Minggu, 24 Januari 2016

Alasan ke-38: Karena dunia harus kita kuasai, sebelum dunia yang manguasai kita

Kita sering memisah-misahkan antara dunia dan akhirat, antara kehidupan sosial dan agama, dan antara relasi manusia-manusia dan manusia-Tuhan. Sesungguhnya, keduanya dipisahkan tapi untuk disatukan. Al-Quran menuntut manusia agar aktif dalam mengarungi dunia ini. Kita ingat bahwa manusia terdiri daripada roh dan jasad, dan keduanya harus diseimbangkan. Kata al-hayaat dan al-mamaat di dalam al-Quran yang jumlah hurufnya sama yaitu enam, diulang sama banyak yaitu 145 kali.

Bukan yang penting shalat atau yang penting kerja. Hakikatnya yang betul adalah, shalat dikerjakan pada waktu shalat dan kerja dilakukan pada waktu berkerja. Nabi bersabda: ”Bukan yang terbaik di antara kamu yang mendahulukan akhirat sementara dunia ditinggalkan atau mendahulukan dunia sementara akhirat ditinggalkan. Yang terbaik di antara kamu adalah yang menghimpun keduanya”.
Berusaha menguasai dunia, tapi tidak menjadikan dunia menguasai diri kita. Dalam hal harta Rasul bersikap: “Akan kutaruh harta di tanganku, bukan di hatiku”. Rasullullah adalah bukti yang jelas. Rasullullah  adalah manusia yang paling mulia di dunia dan di akhirat. Ia lah insan Kamil, namun ia meraihnya seperti manusia lain: ia makan, minum, tidur, dan berkeluarga sebagaimana orang lain.

Untuk menjalankan dunia dengan benar, maka kita harus bertaqwa. Orang yang bertaqwa akan menyeimbangkan dunianya dan akhirat, keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga dan urusan masyarakat, dan seterusnya. Orang yang bertaqwa boleh merasakan kenikmatan dunia juga. Dalam surat An Nisaa: 134 dikatakan bahwa di sisi Allah ada pahala di dunia dan di akhirat sekaligus. Kuncinya kita harus faham apa itu dunia, serta apa bagaimana corak kehidupan di dunia yang dibolehkan dan tidak dibolehkan.

Sikap muslim menghadapi dunia ini harus positif. Sebagai khalifah di bumi ia tidak boleh lari, namun ia harus “menguasai” dalam arti mengatur dan memakmurkan dunia. Manusia jangan merendahkan diri terhadap alam raya ini, karena Allah telah memuliakan dan melebihkan manusia terhadap makhluk yang lain. Agar dapat menjalankan tugasnya ini, maka manusia harus mengembangkan ilmu pengetahuan. Semua ilmu adalah ilmu Allah, kecuali ilmu hitam.


Dari Muadz bin Jabal, Nabi SAW bersabda: "Tuntutlah ilmu pengetahuan karena hal itu menandakan kita takut kepada Allah. Menuntut ilmu itu adalah suatu ibadah, sedangkan mengingatnya adalah tasbih, menganalisanya merupakan jihad, sementara mengajar merupakan petunjuk dalam menentukan mana yang halal dan mana yang haram bahkan menjadi pelita bagi jalan menuju syurga”. Ilmu adalah teman dikala takut, sahabat ketika sendirian, bahkan teman bicara dalam keterasingan. Ia merupakan petunjuk dikala susah dan senang, senjata ampuh dalam berhadapan dengan musuh tapi menjadi hiasan dan gubahan di waktu sunyi. 

Allah meninggikan derajat suatu masyarakat lantaran ilmu sehingga mereka menjadi teladan bagi yang lain, ide dan pemikiran mereka menjadi panutan, selalu ditemani malaikat yang mengusap-usap mereka dengan kelembutan sayapnya serta mendo'akan mereka. Setiap daun ranting dan riak-riak gelombang laut ikut memintakan ampunan bagi mereka, begitu pula semua hewan di darat dan di laut. Ilmu menghidupkan jiwa dari kebodohan yang mematikan, menerangi kita dari kegelapan, sehingga setiap orang akan mencapai
kedudukan dan derajat yang tinggi mulia di dunia dan di akhirat kelak.

******