Minggu, 24 Januari 2016

Alasan ke-18: Karena berkerja juga tergolong berjihad

Islam menyanjung tinggi nilai berkerja dan sangat benci terhadap sifat malas. Rasulullah menasihati umatnya agar senantiasa berdoa setiap pagi dan petang supaya menghindari penyakit malas. "Ya Allah lindungi aku daripada sifat lemah dan malas". Rasulullah bersabda: "Mencari rezeki yang halal adalah kewajiban bagi setiap Muslim". Dalam hadits lain disebutkan: "Berusaha mencari rezeki selepas menunaikan shalat satu kewajiban selepas kewajiban solat". Begitu tinggi kedudukan mencari rezeki. Karena itu, Allah mengingatkan mengenai kewajiban shalat dan berkerja dalam satu ayat dalam surat Al Jumuah. Sabda Rasulullah: "Mencari rezeki halal itu laksana pahlawan yang berjuang di medan perang dan barang siapa yang tertidur keletihan karena kerja mencari rezeki halal, Allah mengampunkan dosanya ketika dia tertidur." Di kesempatan lain Rasulullah bersabda: "Mencari rezeki halal bagaikan berjihad di jalan Allah."
Saat ini kita banyak yang menyempitkan makna jihad [i]. Menurut Said Aqil Siradj - dosen UIN Jakarta dan Ketua PBNU- jihad termasuk membangun sesuatu bagi kebaikan banyak orang, seperti membangun jalan, jembatan, atau rumah sakit. Ini karena Islam bercita-cita membangun tamaddun (= peradaban) melalui ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan akhlak mulia.
Inilah pula kenapa orang yang membiayai para janda dan orang miskin disebut bagaikan seorang pejuang di jalan Allah, dan bagaikan orang yang selalu menjalankan shalat malam tanpa henti atau bagaikan orang yang selalu berpuasa tanpa berbuka [ii]. Dalam hadits lain terbaca perintah: jumpailah Allah dengan berbakti pada orang tuamu. Apabila engkau telah melakukannya, samalah dengan berhaji, berumrah, dan berjihad. Hadits riwayat Ahmad: ”Apakah saudara-saudara sekalian suka ceritakan siapa yang diantaramu yang sangat aku cintai dan nanti di hari kiamat duduk terdekat dengan aku? Tatkala yang hadir serempak menjawab ingin, maka dia berkata: ”orang-orang yang baik tingkah lakunya””.

Alasan ke-19: Karena mencontohkan dengan melakukan langsung adalah bentuk nasehat yang lebih efektif dibanding bicara.

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah berasal dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Ada beberapa bentuk dakwah, yaitu dakwah fardiah untuk jumlah yang kecil dan terbatas, dakwah ammah dengan memanfaatkan media lisan, dakwah bil-lisan melalui ceramah atau komunikasi langsung, dan dakwah bil-haal yang lebih mengedepankan perbuatan nyata. Dakwah bil-hasl dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-mad'ulah) mengikuti jejak perilaku si juru dakwah, dan diyakini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah. Saat pertama Rasulullah SAW tiba di kota Madinah, beliau menerapkan dakwah bil-haal dengan misalnya mendirikan Mesjid Quba dan mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin. Suri tauladan atau memberi contoh merupakan pendekatan yang dipilih Rasulullah SAW untuk mengubah karakter ummat. Dan Ia berhasil melakukannya hanya dalam tempo 23 tahun.
Dakwah bil haal disebut pula dengan “dakwah pembangunan” [iii], karena  dakwah ini dipandang lebih efektif ketika dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan.   Muhammad SAW dalam menyampaikan dakwahnya tidak hanya bertabligh, mengajar, atau mendidik dan membimbing, tetapi juga sebagai uswatun hasanah. Ia memberikan contoh dalam pelaksanaanya, serta sangat memperhatikan dan memberikan arahan terhadap kehidupan sosial ekonomi seperti bertani, berternak, dan berdagang.  Dalam dakwah bil-haal, aktivitas tidak hanya berpusat di mesjid-mesjid, di forum-forum diskusi, pengajian, dan semacamnya; namun di lapangan kehidupan secara langsung. Dakwah ini berlangsung di pemukiman kumuh, di rumah-rumah sakit, di kapal laut, di pusat-pusat perdagangan, ketenagakerjaan, dan di pabrik-pabrik. Dakwah bil- haal mencakup perbuatan nyata berupa uluran tangan oleh si kaya kepada si miskin, pengayoman hukum, dan sebagainya. Ketika perut lapar dan belum ada makanan masuk perut, yang dibutuhkan tentu bukan nasehat-nasehat. Maka berbagai bantuan materi berupa pangan gratis, susu, pakaian, pengobatan  cuma-cuma, modal usaha, dana bantuan untuk pembuatan infrastruktur publik, dan beasiswa sekolah; tergolong sebagai dakwah bil-haal.
Allah SWT murka pada orang yang banyak menyuruh orang lain namun ia sendiri tidak melakukannya. "Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah bagi orang yang berkata-kata apa-apa yang tidak diperbuatnya" (Ash Shaaf: 3).

Alasan ke-20: Karena ada siang dan ada malam.

Allah telah menyediakan siang dan malam untuk diisi dengan aktivitas yang bersesuaian (Al An’am: 60), yaitu tidur di malam hari dan berkerja di siang hari. Tidur yang optimal di malam hari sangat penting dan merupakan sunatullah. “Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.” (Al Furqaan: 47). Rasulullah tidur di awal malam dan bangun di awal sepertiga malam terakhir.
Malam hari adalah saat dimana tubuh kita melakukan proses detoksifikasi (pembuangan racun), yang beberapa di antaranya harus berlangsung dalam keadaan tidur. Mulai jam 9 sampai 11 malam terjadi detoksifikasi di bagian sistem antibodi kelenjar getah bening, 2 jam berikutnya proses detoksifikasi di bagian hati, dan dilanjutkan 2 jam berikutnya detoksifikasi di bagian empedu. Sepanjang waktu ini ini, detoksifikasi akan optimal jika kita tidur secara pulas. Lalu, dari jam 3 sampai 5 pagi berlangsung detoksifikasi di bagian paru-paru, karena itulah kita sering batuk-batuk pada durasi waktu ini. Terakhir, dari jam 5 sampai 7 pagi terjadi detoksifikasi di bagian usus besar, sehingga kita mudah sekali buang air kecil, dan mestinya kita bisa buang air besar secara teratur di waktu ini.



[i] Teror Itu Bukan Ajaran Islam. Harian Kompas, 23 Agustus 2009. Hal 12.
[ii] Hadits Shahih Muslim No.5295, riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu.

[iii] Quraish Shihab. 1992. Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Penerbit Mizan, Bandung.