Selasa, 05 April 2016

Kerja Keraslah yang Menggerakkan Dunia



Negara-negara yang maju ekonomi dan peradabannya diperoleh dari kerja keras warganya, meskipun sumber daya alam mereka kurang mendukung. Jepang, Korea dan juga Singapura sering dijadikan misal. Sebaliknya, beberapa negara justeru terjebak bencana karena kekayaan sumber daya alamnya (the natural resource trap), yang membuat warganya terlena dengan segala kemudahan. Ini yang disebut dengan “kutukan sumber daya alam” seperti yang dialami beberapa negara Afrika dan juga Amerika Latin. Mungkin beberapa negara di Timur Tengah pun bisa kita kelompokkan ke dalam ini, yang karena kekayaan minyaknya malah jatuh dalam konflik berkepanjangan.
Dari kisah “orang-orang sukses” kita bisa banyak belajar. Selain banyak faktor lain, namun kuncinya tetap sama: kerja keras. Kerja keras dalam arti kerja fisik, fikiran, kerja individu dan dalam kelompok. Meskipun ide, kreatifitas, mimpi adalah sumber atau pemicunya; namun tanpa kerja keras ia hanya tinggal mimpi belaka. Kita pantas belajar dari mereka. Mengapa tetesan air mampu melubangi batu yang keras dan tebal? Karena ia mengerjakannya, bukan hanya memikirkannya.
Ilmu menjadi energi kemajuan. Dari kalangan imuwan muslim kita diingatkan betapa sebelum warga Eropa melek, ilmuwan muslim telah memperoleh kemajuan yang fantastis. Merekalah sesungguhnya peletak dasar-dasar hampir seluruh ilmu dan teknologi yang berkembang saat ini. Mereka jelas pekerja keras yang mengubur diri dalam kerja teramat tekun, disiplin dan penuh diliputi semangat mengembangkan peradaban. Mereka telah memberi contoh bahwa semua ilmu adalah hak tiap muslim. Dengan menguasai ilmu barulah muslim dapat menjadi rahmatan lil alamin. Mereka menunjukkan bahwa dunia, bukan ”dunia hedonis”, mestilah dipeluk dan dikuasai. Ungkapan Khairil Anwar dalam puisi “Maju” berikut layak kita pedomani:

Ini barisan tak bergenderang-berpalu.
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti.
Sudah itu mati.
Bagimu Negeri.
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba.
Binasa di atas ditindas.
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai.
Jika hidup harus merasai.
Maju. Serbu.
Serang. Terjang
Berikut beberapa alasan penting, betapa berkerja keras lah yang selama ini telah menghidupkan dunia. Tanpa mereka yang berkerja tekun di bidangnya mungkin dunia belum akan menjadi begini.
Alasan ke-46: Karena kerja keras adalah mata uang universal
Hasrat untuk maju, meskipun tidak selalu karena nafsu kapitalisme,  bukan hanya terdapat pada etik Protestan. Ruh semacam ini juga muncul dari nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai agama lain. Nilai-nilai budaya juga potensial menumbuhkan benih-benih etos ekonomi berupa spirit kapitalisme. Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura menjadi contoh bahwa tanpa persentuhan langsung dengan etik Protestan mereka pun memiliki spirit kapitalisme sebagaimana diteorikan oleh Max Weber [i].
China sudah lama dikenal sebagai pekerja keras.  Salah satu prestasinya adalah serangkaian tembok besar sepanjang 6000 km. Inilah satu-satunya bangunan yang terlihat dari luar angkasa. Mereka juga unggul dalam ilmu obat-obatan dan kesehatan,  ketatanegaraan, kesusasteraan, filsafat, dan olah raga. Dari sisi ketatanegaraan, mulai dari pemerintahan kaisar, ke komunis, sosialis, lalu menjadi ”kapitalis”; ia tak pernah tenggelam. Ia mengadopsi sistem apa saja dan memanfaatkannya. Etos kerja mereka demikian tinggi, sehingga struktur politik apapun tidak menjadi penghalang.
Kerjasama di antara mereka sangat tinggi. Dengan semangat persaudaraan, mereka membangun jaringan kerja yang solid. Saya pernah baca di Harian Kompas bahwa di Glodok, pinjaman milyaran rupiah cukup dituliskan di selembar kertas bungkus rokok.
Bangsa China konon tidak suka hidup mewah, di samping karena budaya, juga karena faktor politik komunisme yang dianutnya. Ia pekerja keras, cerdas, namun hidup sederhana. Mereka memproduksi apa saja, tapi mengkonsumi secukupnya. Mempunyai etos kerja tinggi, tetapi hidup sederhana.
China, seperti diketahui, bisa sukses di bidang ekonomi karena mempunyai fondasi yang amat kokoh. Kendati sempat hancur pada Revolusi Kebudayaan (1966-1976), China tetap mempunyai sumber daya manusia yang amat kuat. Rakyat China mempunyai kultur bisnis yang sangat mengakar sejak ribuan tahun lalu. Rakyat China mempunyai kultur dan etos kerja yang amat kuat. Dunia kemudian tercengang-cengang menyaksikan kebangkitan ekonomi China. Dari kondisi di titik nol tahun 1978, kurang dari sepuluh tahun sudah menjadi raksasa ekonomi dunia.
Fujitsu Research pernah mempublikasikan daftar perusahaan-perusahaan ternama di enam negara kunci di Asia. Dari daftar itu, ternyata mayoritas dikuasai oleh kalangan etnis Cina perantauan. Di Thailand misalnya, 81 persen perusahaan dimiliki kalangan ini, begitu pula di Singapura; sementara di Indonesia sebanyak 73 persen perusahaan (Naisbitt, 1997) [ii].   Ketika Cina perantauan menguasai perekonomian negara lain, perekonomian negara China sendiri menggoyang perekonomian dunia.
Kata  ”sukses”  dalam bahasa China - cheng gong - terdiri dari  huruf cheng yang artinya pencapaian,  dan huruf gong  yang artinya hasil. Sementara huruf gong itu sendiri memuat komponen  huruf  yang artinya  "kerja", yakni  gong ditambah  komponen huruf  yang artinya  "tenaga atau berupaya sekuat tenaga" (li). Jadi, maknanya lebih kurang adalah, sukses tidak datang dari dunia yang lain, tetapi pencapaian  atau hasil dari  kerja  dengan sekuat tenaga, atau bekerja lebih [iii].
Rasulullah SAW menganjurkan kita supaya mencari ilmu, sekalipun ke negeri China. Apa sesungguhnya kelebihan China? Dari segi historis, China  adalah bangsa yang peradabannya sudah sangat tua, karena beribu-ribu tahun sebelum masehi China sudah menjadi bangsa yang besar bersama dengan Romawi, Yunani, Persia, dan India. China, sebagai sebuah negara, adalah wilayah yang sangat luas dengan penduduk terbanyak.  Saat ini jumlah Orang China hampir 2 milyar jiwa, yaitu 1,3 milyar di dalam negeri dan sisanya hidup di luar wilayahnya [iv]. Keturunan China di Indonesia yang saat ini menguasai ekonomi, sebagian dulu masuk sebagai pekerja tambang. Mereka sengaja didatangkan oleh penguasa lokal terutama di Kalimantan dan Bangka sebagai buruh tambang, karena mereka dikenal sebagai pekerja yang ulet dan kuat.
Alasan ke-47:  Karena kerja keras lebih utama daripada sumber daya alam.
Korea Selatan juga sebuah contoh bangsa yang sukses karena berkerja keras. Mereka menggunakan motto: "Sumber daya terbatas, kreativitas tidak terbatas"  [v]. Alamnya lebih banyak berupa gunung dan bukit berbatu, sehingga  investasi pada manusia merupakan hal yang menjadi perhatian sejak Korsel menjalankan program industrialisasi. Untuk ilmu, Presiden Park Chung-hee berani memberi penghargaan besar pada kalangan peneliti. Hanya dalam dua dekade, bangsa Korsel bisa mengejar ketertinggalan dan menjadi negara industri. Korsel menjadi bangsa yang paling pesat peningkatannya dari sebuah negara berkembang menjadi negara industri. Kerja keras serta semangat berkompetisi untuk meningkatkan efisiensi, itulah kunci keberhasilan Korsel. Kerja keras sudah menjadi bagian dari keseharian hidup mereka. Presiden Park Chung-hee, selain kebijakannya yang berkonsentrasi pada investasi manusia, juga mengajarkan pentingnya arti kerja keras.
Huntington menggambarkan Ghana pada tahun 1960-an serba sama dengan Korea Selatan. Namun, 30 tahun kemudian, Korsel melampaui Ghana dalam segala hal. Mengapa? Pertanyaan ini dijawab Lawrence Harrison dalam artikel ”Promoting Progressive Culture Change” di buku yang sama. Akarnya  semata karena Korsel menghidupkan dan mengembangkan budaya progresif dengan 10 tipologi manusianya, di antaranya berorientasi waktu, kerja keras, hemat, pendidikan, dan menghargai prestasi.
Jika menurut Weber konfusianisme membawa pengaruh negatif kepada kemajuan masyarakat, namun Lew dkk. [vi] membuktikan sebaliknya. Menurut mereka, konfusianisme telah menyediakan sesuatu yang signifikan dan fundamental bagi peradaban masyarakat Korea. Paham ini telah melahirkan etos kerja di masyarakat penganutnya. Diungkap bagaimana nilai-nilai ini muncul saat proses institusionalisasinya dan lalu melahirkan motivasi berekonomi yang powerful.
Alasan ke-48: Karena kerja keras adalah modal peradaban
Satu buku menarik mencoba menemukan apa kunci pokok kemajuan peradaban bangsa-bangsa di dunia, apapun bangsa dan agamanya [vii]. Ternyata keunggulan muslim abad ke 7 sampai 12, Eropa setelahnya, lalu Jepang setelah Restorasi Meiji, dan sampai ke Amerika saat ini, serta individu-individu besar di bidangnya; adalah karena: ”Mereka belajar lebih besar, lebih cepat, lebih banyak, lebih efisien, lebih fokus, dan lebih menyenangkan. Mereka menyerap, mengumpulkan, mensinergikan ilmu-ilmu hebat bangsa lain”. Disebutkan pula bagaimana orang-orang di era kekhalifahan Abasiyah dan Andalusia belajar dengan semangat tinggi seolah mereka melihat surga di hadapannya.
Mari kita lihat Jepang. Hanya dalam tempo 20 tahun setelah luluh lantak karena bom atom, Jepang bangkit dan bahkan mampu menyaingi Amerika dalam banyak hal. Ini hasil dari kerja keras dan semangat mengembalikan harga diri, pantang menyerah dan sulit menerima kekalahan [viii]. Orang jepang kuat bekerja. Bekerja adalah segala-galanya. Lelaki yang bekerja keras merupakan kebanggaan keluarga. Bekerja sampai malam adalah kebiasaan, sehingga seorang isteri akan malu jika suaminya pulang sore. Ada yang menyebut bahwa seorang pekerja Jepang dapat menyelesaiakan pekerjaan yang seharusnya dilakukan 5 sampai 6 orang biasa.
Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam per tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam), Inggris (1911 jam), Jerman (1870 jam), dan Perancis (1680 jam) [ix]. Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Fenomena karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya terjadi di Jepang. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat mereka menyerah. Jepang tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu; bahkan 85 persen sumber energinya berasal dari negara lain termasuk Indonesia. 
Orang Jepang menerapkan etos kerja Bushido yang terdiri atas tujuh prinsip, yakni [x]: Gi, keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar  berdasarkan kebenaran. Jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat. Yu, berani dan bersikap kesatria. Jin, murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama. Re, bersikap santun dan bertindak benar. Makoto, bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan sesungguh-sungguhnya, dan tanpa pamrih. Melyo, menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan. Dan, Chugo, mengabdi dan loyal.
Satu hal lagi, orang Jepang juga punya jiwa dimana mereka tidak pernah puas terhadap satu hasil. Mereka selalu mengotak-atik lagi untuk menyempurnakan apapun yang telah mereka bikin. Ini adalah semangat tanpa akhir.
Bushido yang dimaknai sebagai "way of the warrior", adalah Japanese code of conduct and a way of the samurai life, loosely analogous to the concept of chivalry”. Semangat moral yang melandasi kalangan pejuang ini lalu mengkristal menjadi kultur tradisional masyarakat Jepang.
Jika dicermati, ini agak sejalan dengan etos kerja Protestan, yang mengedepankan enam prinsip yaitu bertindak rasional, berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi pada kekayaan material, menabung dan berinvestasi, serta hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan. Selain itu, orang Jepang terkenal tidak suka boros. Dalam memanfaatkan waktu pun demikian, dimana mereka paling senang membaca dalam setiap kesempatan.
Dari lingkungan sendiri kita bisa melihat Aa Gym yang mulai merintis usaha kecil-kecilan berupa berjualan buku, handicraft, konveksi, dan bahkan mie baso [xi]. Menurut pengalamannya, keberhasilan bukan semata karena modal finansial. Modal yang penting adalah keyakinan kepada janji dan jaminan Allah, kegigihan meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar, dan menjadi orang yang terpercaya. Dzikir, fikir dan ikhtiar ini merupakan konsep dasar dari MQ (Manajemen Qolbu) yang dikembangkannya.
Islam sesungguhnya punya etos bisnis yang tinggi dan mengungguli etos bisnis bangsa manapun di dunia ini [xii]. Islam sangat mendorong entrepreneurship. Islam adalah agama kaum pedagang. Lahir di kota dagang, dan disebarkan ke penjuru dunia oleh kaum pedagang. Nabi dan
sebagian besar sahabat adalah para pedagang. Jadi, etos
entrepreneurship sebenarnya sudah menyatu dengan diri umat Islam.
Islam juga mengangkat derajat kaum pedagang sehingga profesi ini yang
pertama mendapat kehormatan untuk membayar zakat. Dalam penyebarannya, selain ilmu agama, para pedagang tadi juga mewariskan keterampilan berdagang ke masyarakat.
Dari riset Clifford Geertz [xiii] di Jawa tahun 1950-an ditemukan bahwa, kepeloporan di bidang perdagangan berada di  tangan para santri. Pedagang dan pengusaha di Mojokuto (nama samaran), selain orang China pastilah santri reformis. Di luar perusahaan-perusahaan yang dimiliki China, semuanya adalah milik orang Islam reformis atau yang terpengaruh oleh gagasan reformisme Islam. Geertz mayakini bahwa reformisme dan puritanisme Islam merupakan doktrin bagi hampir semua pengusaha di sana. Watak kehidupan puritan yang asketik ini mengajarkan kesalehan yang paling tinggi, dimana seseorang yang sudah beriman harus banyak beramal saleh. Ini hanya beda istilah dengan apa yang disebut Weber dengan ”religious calling” atau beruf dalam buku aslinya yang berbahasa Jerman.
Penelitian Kuntowijoyo terhadap para pengusaha kerajinan besi di Batur (Klaten) juga membuktikan hal serupa. Ia menemukan adanya hubungan yang erat antara kehidupan keagamaan para santri dan perilaku kewirausahaan mereka [xiv]. Puritanisme Islam, di samping menganut sikap hidup asketisme, mewajibkan para pengikutnya untuk lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam usaha ekonomi. Bekerja keras adalah inti yang sebenarnya dari Al Quran dan hadits.
Organisasi pergerakan Sarekat Dagang Islam (SDI), adalah salah satu bukti bahwa semangat kapitalisme umat Islam ikut mendorong terjadinya perubahan ekonomi, social, dan politik bangsa ini. Muhammadiyah didirikan oleh para saudagar santri dan para pedagang di kota-kota. Sejarah Muhammadiyah melekat pada bangkitnya kekuatan ekonomi pengusaha tekstil di Pekajangan, Pekalongan, dan di daerah Laweyan, Surakarta. Demikian pula Nahdlatul Ulama (NU), yang sejatinya didahului dengan  gerakan organisasi Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum Pedagang). Komposisi pengurus NU periode pertama merupakan kolaborasi ulama (Syuriah) dan pengusaha (Tanfidziyah).
Salah satu unsur peradaban adalah bahasa. Jika kita cermati, kenapa bahasa Inggris bisa menjadi bahasa dunia? Karena merekalah yang lebih aktif bergerak di dunia ini, ketika bangsa lain belum ngeh. Demikian pula agaknya kenapa Bahasa Melayu lalu dipilih menjadi basis bahasa nasional kita. Ya, etnis Melayu lebih rajin merantau. Mereka berlayar dan berdagang  hampir di seluruh wilayah pesisir nusantara.
Alasan ke-49: Karena kerja keras terbukti lebih utama dari pendidikan formal
Di era sekarang kita mengenal Bill Gates yang berani meninggalkan kuliahnya yang bergengsi di Harvard University lalu mulai membangun usahanya. Contoh klasik tentulah si jenius Thomas Alva Edison (1847 – 1931). Tapi, apa betul  ia jenius?. Ia sendiri pernah berucap: Jenius adalah 1 persen inspirasi dan 99 persen keringat”.
Konon, Edison baru berhasil membuat lampu setelah percobaan yang ke 9.999 kali. Edison adalah seorang penemu terbesar di dunia dengan 1.093 paten penemuan atas namanya. Ia adalah penemu dan pengusaha yang mengembangkan banyak peralatan penting yang saat ini kita gunakan sehari-hari. Namun kisahnya di masa muda cukup ironis.
Karena selalu mendapat nilai buruk di sekolah, ibunya memberhentikannya dari sekolah dan mengajarnya sendiri di rumah. Di rumah, dengan leluasa Edison kecil dapat membaca buku-buku ilmiah dewasa dan mulai mengadakan berbagai percobaan ilmiah sendiri. Pada tahun 1870 ia menemukan mesin telegraf yang lebih baik, karena dapat mencetak pesan-pesan di atas pita kertas yang panjang. Ketika telah memiliki sebuah bengkel ilmiah yang besar, ia banyak melakukan penemuan-penemuan yang penting, misalnya gramofon, lampu listrik, proyektor untuk film, dan yang terutama adalah lampu listrik dan sistem distibusi listrik.
Dalam webnya [xv] bahkan disebut “Thomas Edison was more responsible than any one else for creating the modern world”. Edison banyak membantu dalam bidang pertahanan pemerintahan Amerika melalui penelitiannya antara lain mendeteksi pesawat terbang, menghancurkan periskop dengan senjata mesin, mendeteksi kapal selam, menghentikan torpedo dengan jaring, menaikkan kekuatan torpedo, dan kapal kamuflase. Ia meninggal pada usianya yang ke-84, pada hari ulang tahun penemuannya yang terkenal yakni bola lampu modern.
Alasan ke-50: Karena kerja keras lah yang membentuk nasib
Satu contoh dalam konteks ini adalah kisah Oprah Winfrey si presenter paling populer di Amerika dan menjadi wanita selebritis terkaya. Acaranya The Oprah Winfrey Show diputar di hampir seluruh penjuru dunia. Lahir di Misisipi dari pasangan Afro-Amerika, ayahnya mantan serdadu yang kemudian menjadi tukang cukur, sedang ibunya seorang pembantu rumah tangga. Tayangan acaranya di telivisi selalu sarat dengan nilai kemanusiaan, moralitas dan pendidikan. Dia berupaya mengajak seluruh pemirsa mewujudkan impiannya membantu mereka yang tertindas. Oprah juga dikenal dengan kedermawanannya.
Kunci kesuksesannya adalah membaca. Ayahnya mendidik dengan sangat keras dan disiplin tinggi. Dia diwajibkan membaca buku dan membuat ringkasannya setiap pekan [xvi] . Walaupun ia tertekan, namun kelak disadari bahwa didikan keras inilah yang menjadikannya sebagai wanita yang tegar, percaya diri dan berdisiplin tinggi. Kisah Oprah adalah kisah seorang anak manusia yang tidak mau meratapi nasib. Dia berjuang keras untuk keberhasilan hidupnya, dan dia berhasil. Dia punya mental baja dan mampu mengubah nasib, dari kehidupan nestapa menjadi manusia sukses yang punya karakter. Aku tidak percaya pada kegagalan”: kata Oprah. ”Itu bukan kegagalan jika Anda menikmati prosesnya”.
Benang merah ini semua mungkin bisa kita temukan pada konsep ”takdir”. Takdir pada hakekatnya adalah apa yang diperbuat tangan kita. Kita mengenal takdir mubram berupa ketentuan Allah tanpa campur tangan manusia, misalnya gempa bumi dan berputarnya siang dan malam. Sedangkan takdir mu’allaq adalah ketentuan Allah yang digantungkan atas jalan usaha (ikhtiar) dan do’a, dimana ada peran manusia di dalamnya. Kita harus berusaha dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, hasilnya serahkan ke Allah. Tampaknya Oprah paham betul dengan prinsip takdir mu’allaq ini.
Dalam satu buku yang sangat menarik: ” Berani Kaya, Berani Taqwa” [xvii], khususnya pada tips ke-15 – ”berani berusaha dan berdoa” - disebutkan bahwa ” ...... ikhlaskan niat anda, semakin bertawakallah kepada Allah, berlakulah jujur dalam perjanjian-perjanjian bisnis yang anda buat, begitu seterusnya, kemudian teruslah berusaha, berusaha dan berusaha; niscaya kesuksesan akan menghampiri anda”. Iapun mengutip dari Alquran: Pula hamba-hamba yang mau berjalan menjemput rizkinyalah yang akan kaya raya, sukses di dunia dan di akhirat, bukan hamba-hamba yang sakit, baik secara mental maupun spiritual [xviii]. Kaum Quraisy contoh yang bagus disini yang berdagang di musim apapun, di musim dingin mereka ke Yaman dan musim panas ke Syria.
Bagaimana dengan kita Indonesia? Sejarah masyarakat Indonesia, dalam hal corak produksi dan formasi sosial, dimulai kultur produksi agraris feodal, lalu  kolonial Belanda membawa corak produksi pedagang yang dilanjutkan masyarakat industri kapitalistik. Terjadi pergeseran-pergeseran pola produksi dan relasi kerja. Dalam novel Machavellar dikisahkan tentang seorang pekerja kebun yang memperoleh natura dari hasil maro, lalu mendapat upah tunai sebagai buruh. Kultur merkantilis saat itu terbatas di wilayah pesisir.
Pergeseran ini tentu tidaklah seragam. Di Sumatera Barat misalnya, petani ladang bergeser menjadi pedagang. Ini tidak terjadi di Jawa. Di Minang Kabau tidak terjadi pergeseran dari masyarakat perbudakan ke pola tuan-tuan tanah, karena feodalisme di wilayah ini lebih bersifat simbol politis belaka [xix].  Karakteristik kerja Minangkabau adalah kerja inteklual yang terutama dilakoni golongan menengah. Nilai-nilai intelegensia dipandang sebagai takdir keunggulan manusia dibandingkan mahluk lain.
Satu sumber yang lebih ilmiah adalah buku "Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman menuju asimilasi kultur" oleh Drs. P. Hariyono. Disini tercantum perbandingan nilai budaya Jawa dan Cina. Mengenai hakekat hidup, kedua budaya ini sama-sama mempunyai persamaan persepsi bahwa menggangap hidup itu penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan yang harus diterima oleh setiap manusia, keduanya juga optimis untuk berusaha dan memperbaiki kondisi namun dengan cara yang berbeda.
Dalam hal hakekat karya dan etos Kerja, disebutkan bahwa orang Jawa hampir tidak ada motivasi kuat untuk bekerja, mereka bekerja hanya untuk menyambung hidup dan lebih senang mengosongkan hidup untuk dunia akherat kelak. Sedangkan orang Tionghoa, meskipun kehidupan di dunia dan di akherat harus di kejar semua, mereka mempunyai motivasi yang kuat untuk bekerja guna berbakti pada orang tua dan keluarga. Selanjutnya, dalam hal hubungan antara manusia dan alam, kedua-duanya sama-sama hidup selaras dengan alam. Mengenai persepsi tentang waktu, orang Tionghoa cenderung memiliki orientasi masa akan datang lebih kuat. Terakhir, dalam hal hubungan antara manusia dan sesama, keduanya memiliki nilai sosial suka tolong-menolong dan mempunyai solidaritas yang tinggi pada sistem kekerabatan. Orang Tionghoa lebih menekankan pada keluarga, sedangkan orang Jawa lebih seimbang antara individu, keluarga dan masyarakat.
Pada hakekatnya, pendapat yang meyakini bahwa Indonesia sangat beragam tampaknya adalah yang paling sesuai. Sebagai contoh, orang Batak sangat mementingkan pendidikan. Hal ini terlihat dalam pendidikan anak. Anak bagi orang Batak merupakan harta yang paling berharga, kehormatan, sekaligus kekayaan bagi orangtuanya. Pemahaman ini yang mendorong mereka mendidik dan berupaya agar anaknya bisa memperoleh pendidikan setinggi mungkin. Orang Batak tak segan-segan mengerahkan seluruh kemampuan untuk pendidikan anak-anaknya [xx].
Etos kerja manusia Indonesia modern memang perlu ”dicurigai”. Seorang Menteri yang membawahi bidang sumber daya manusia pernah menyatakan bahwa masih ada pemimpin dan aparatur negara yang mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerja; sehingga lemah dalam  disiplin, etos kerja dan produktivitas kerja rendah [xxi].
Nilai budaya merupakan konsepsi nilai yang hidup dalam alam pemikiran sekelompok manusia tentang kerja. Makna dan pandangan hidup tentang kerja akan menentukan bagiaman sikap dan tingkah lakunya dalam bekerja. Nilai kerja bisa ditimbulkan dan dibentuk dari beragam sumber, bahkan melalui olah raga. Itulah kenapa sejumlah negara-negara komunis misalnya menjadikan olah raga sebagai bagian dari pembangunan kebudayaannya (sport under communism). Jiwa sportivitas, kompetitif, kerjasama, disiplin, kerja keras dan kejujuran; adalah nilai-nilai pokok dalam olah raga. Saat ini, hampir tidak ada negara yang tidak menjadikan olah raga sebagai bagian penting pembangunan negaranya.
Salah satu suku yang dipandang memiliki etos kerja tinggi adalah etnis Bali. Sesuai ajaran agama Hindu, orang Bali sangat meyakini pemahaman bahwa perbuatan dan kerja itu adalah karma. Mereka tidak mengutamakan hasil, karena kerja yang baik adalah karma yang baik. Secara normatif, orang Bali itu tak ada yang pemalas [xxii]. Dari ukiran-ukiran di pura, di pintu rumah, dan di banyak bagian dari lingkungan orang Bali dengan ukiran yang rumit, kecil-kecil dan sangat indah; kita melihat ketekunan yang sungguh-sungguh pembuatnya. Tidak sebagaimana dikenal awam bahwa kasta yang bertingkat berdasarkan pekerjaan, sesungguhnya semua pekerjaan sama levelnya pada masyarakat Bali.
*****

[i] Ignas Kleden. Spirit Kapitalisme Ada dalam Tiap Nilai Budaya: Etos Ekonomi Dapat Didorong di Setiap Kebudayaan. 9 Desember 2005 Krisitiani Pos. http://www.christianpost.co.id/... Seminar ”Membangun Etos Bangsa” dalam rangka merayakan 100 tahun pemikiran Max Weber tentang etos ekonomi di Jakarta, 7 Desember 2005.
[ii] Abdul Aziz Setiawan. Peneliti pada Pusat Penelitian STIE SEBI. Belajar dari Cina, Menggugah Semangat Wirausahawan Muslim.
[iii] Leman (Penulis Buku 50 Chinese Wisdoms). 22 Mei 2008. Sukses = Kerja Keras. http://www.andriewongso.com/awartikel-1398-Artikel_Tetap-Sukses_=_Kerja_Keras
[iv] Belajar Gaya Hidup kepada Bangsa China. http://www.al-hikam.or.id/.....
[v] Hasil dari Sebuah Kerja Keras. Harian Kompas. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0109/20/ln/hasi28.htm. Kalimat tersebut tertulis di pintu gerbang Pohang Iron & Steel Company Limited (Posco).
[vi] Lew, Seok Choon., Choi, Woo-Young. and Wang, Hye-Suk. "Confucian Ethics and the Spirit of Capitalism in Korea: The Significance of Filial Piety" Paper pada American Sociological Association, Agustus, 2007  http://www.allacademic.com/meta/p183306_index.html
[vii] Eko Laksono. 2005. Imperium III: Zaman Kebangkitan Besar, Rahasia 1000 tahun Keunggulan dan Kekayaan Manusia. Penerbit Hikmah, Jakarta.
[viii] Ann Wan Seng. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Hikmah (PT Mizan Publika). Cet 1, April 2007. 302 hal.
[x] Kusmayanto Kadiman. 18 Juli 2007. Ethos Kerja Orang Indonesia, Untuk Siapa? http://netsains.com/2007/07/ethos-kerja-orang-indonesia-untuk-siapa/
[xii] Perter L Bernstein, 2000. The Power of Gold. John Wiley and Sons. 2000
[xiii] Clifford Greetz. 1963. Peddlers and Princes. Diindonesiakan menjadi “Penjaja dan Raja”.
[xiv] Mohammad Nuryazidi. Mencari Akar Kapitalisme dalam Islam Indonesia.   Batam Pos, Jumat, 03 November 2006. http://rajasidi.multiply.com/.....

[xvi]Kisah – Kisah Orang Sukses Dunia”. http://dhika81.wen.ru/file/kisah_sukses.html

[xvii] Sirsaeba, Anif. 2005. Berani Kaya, Berani taqwa: 15 cara menambah pundi-pundi kekayaan berdasar Al-Quran dan Sunnah. Penerbit Republika, Jakarta. Hal 225.
[xviii] Sirsaeba, Anif. 2005. Hal. 227. Dari surat Al-Mulk – 15 dan Al-muzzamil – 20.
[xix] Willy Aditya. Filsafat Kerja Masyarakat Minangkabau.  
[xx] Cara Orang Batak dan Tionghoa Mendidik Anak. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0508/31/humaniora/2015967.htm
[xxi] Feisal Tamin (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara). Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara. http://www.sinarharapan.co.id/....
[xxii]  Adi Blue. Di Tengah Merebaknya Pengangguran: Benarkan Etos Kerja Orang Bali Menurun? Bali Post. http://www.iloveblue.com/.....