Sabtu, 23 Januari 2016

Alasan ke-10: Karena bekerja keras adalah bekerja riel di dunia, yakni dunia yang riel

Dunia bukanlah aib, bukan kutukan, dan tidak harus dihindari. Kita tahu Rasul pun tidak pernah melepaskan urusan dunia. Konon, Rasul hanya 10 hari ramadhan terakhir saja yang berjarak dengan dunia.
Bertaburan hadits yang menyuruh kita menjalankan dunia ini. Menjalankan aktivitas keduniaan, bukan ”dunia hedonis”, adalah perintah. Satu hadits menyebut ”Jumpai Allah dengan berbakti pada orang tuamu. Apabila engkau telah melakukannya, samalah dengan berhaji, berumrah, dan berjihad”. Nabi bahkan pernah menyuruh mengurus orang tua dulu baru boleh berperang, ketika seorang pemuda minta ikut berperang[i].
Betapa kebajikan dunia merupakan poin yang dicatat Allah, kita bisa lihat dari kisah tiga orang yang terkurung di gua. Allah baru menggerakkan batu penutup setelah masing-masing berdoa dan menyebut kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukannya sebelumnya. Salah satunya  menyebut kebaikan kepada orang tuanya dengan selalu berusaha menyediakan susu untuk diminumnya [ii]. Dalam surat Al Maidah: 32: ”... barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan semua manusia”.
Mengolah alam dan memakmurkan dunia jangan disepelekan. Dalam satu hadits disampaikan, jangan ikut berperang salah satunya lelaki yang membeli kambing atau unta hamil, sehingga ia menunggu kelahiran ternaknya tersebut [iii]. Kambing hamil bisa menunda orang jadi mujahid.
Hadits riwayat Ahmad: ”Apakah saudara-saudara sekalian suka diceritakan siapa yang diantaramu yang sangat aku cintai dan nanti dihari kiamat duduk terdekat dengan aku? Tatkala yang hadir serempak menjawab ingin, maka dia berkata: orang-orang yang baik tingkah lakunya”. Baik tingkah lakunya tentu dalam kehidupan sehari-hari ketika ia berinteraksi dengan orang lain. Yakni perilaku yang bisa dilihat dan dirasakan secara nyata. Tindak-tanduk yang visual dan observable.
Betapa hal-hal yang nyata bisa menjadi pertimbangan Allah bisa dilihat dari contoh kisal seorang lelaki pendosa yang mati di tengah jalan, dan sedang menuju ”negeri tobat”. Ia akhirnya diampuni meski belum mencapai negeri tersebut, karena setelah diukur jarak ke ”negeri tobat” lebih dekat sejengkal dibandingkan negeri yang ditinggalkannya [iv].
Kenapa harus demikian? Karena manusia tidak bisa kun fayakun. Apa yang diinginkan manusia mestilah dicapai dengan kerja yang nyata. Kerja yang bergerak, berpeluh berkeringat, berfikir keras, merasakan capek, lelah, dan seterusnya.
Betapa hal-hal yang riel sangat memukau. Keberhasilan sebuah partai terlarang dulu menggalang massa bisa dijadikan contoh. Kita tahu persis partai apa yang menggunakan lambang palu dan arit. Palu dan arit adalah benda-benda untuk bekerja, benda yang riel dan lekat sehari-hari di tangan, sesuatu yang sangat intim. Ini tentu sebuah pilihan yang cerdik. Orang-orang partai ini tidak mengambil hal-hal yang lebih abstrak seperti kekayaan, kesejahteraan, dan keadilan.
Semestinya kita bangga menjadi rakyat, menjadi ummat. Karena kitalah mesin produksi alam ini. Rakyat lahir dari kerja, berpikir, dan mencipta. Ialah subyek dalam praksis. Sebuah imaji dari sajak Hartojo Andangdjaja [v] cukup pas menggambarkan ini:

“Rakyat ialah kita, jutaan tangan yang mengayun dalam kerja, di bumi di tanah tercinta, jutaan tangan mengayun bersama, membuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga, mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di ko­ta, menaikkan layar menebar jala, meraba kelam di tambang logam dan batubara. Rakyat ialah tangan yang bekerja. Rakyat ialah kita, otak yang menapak sepanjang jemaring angka-angka, yang selalu berkata dua adalah dua, yang bergerak di simpang siur garis niaga. Rakyat ialah otak yang menulis angka-angka. Rakyat ialah kita, beragam suara di langit tanah tercinta… Rakyat ialah suara beraneka”.



[i] Al-Bayan. 2007. Shahih Bukhari Muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Editor: Hendra S dan Tim Redaksi JABAL. Penerbit JABAL, Bandung. Hal 461, hadits no. 1503
[ii] Al-Bayan. 2007. Shahih Bukhari Muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Editor: Hendra S dan Tim Redaksi JABAL. Penerbit JABAL, Bandung. Hal 483, hadits no. 1593.
[iii] Al-Bayan. 2007. Shahih Bukhari Muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Editor: Hendra S dan Tim Redaksi JABAL. Penerbit JABAL, Bandung. Hal 315, hadits no. 1034.
[iv] Al-Bayan. 2007. Shahih Bukhari Muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Editor: Hendra S dan Tim Redaksi JABAL. Penerbit JABAL, Bandung. Hal 489, hadits no.1606.
[v] Tentang Rakyat. Catatan Pinggir Gunawan Muhammad. Majalah Tempo Edisi Senin, 13 Juli 2009.