Rabu, 16 Februari 2011

Alasan ke-48: Karena kerja keras adalah modal peradaban

Satu buku menarik mencoba menemukan apa kunci pokok kemajuan peradaban bangsa-bangsa di dunia, apapun bangsa dan agamanya. Ternyata keunggulan muslim abad ke 7 sampai 12, Eropa setelahnya, lalu Jepang setelah Restorasi Meiji, dan sampai ke Amerika saat ini, serta individu-individu besar di bidangnya; adalah karena: ”Mereka belajar lebih besar, lebih cepat, lebih banyak, lebih efisien, lebih fokus, dan lebih menyenangkan. Mereka menyerap, mengumpulkan, mensinergikan ilmu-ilmu hebat bangsa lain”. Disebutkan pula bagaimana orang-orang di era kekhalifahan Abasiyah dan Andalusia belajar dengan semangat tinggi seolah mereka melihat surga di hadapannya.

Mari kita lihat Jepang. Hanya dalam tempo 20 tahun setelah luluh lantak karena bom atom, Jepang bangkit dan bahkan mampu menyaingi Amerika dalam banyak hal. Ini hasil dari kerja keras dan semangat mengembalikan harga diri, pantang menyerah dan sulit menerima kekalahan . Orang Jepang kuat bekerja. Bekerja adalah segala-galanya. Lelaki yang bekerja keras merupakan kebanggaan keluarga. Bekerja sampai malam adalah kebiasaan, sehingga seorang isteri akan malu jika suaminya pulang sore. Ada yang menyebut bahwa seorang pekerja Jepang dapat menyelesaiakan pekerjaan yang seharusnya dilakukan 5 sampai 6 orang biasa.

Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam per tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam), Inggris (1911 jam), Jerman (1870 jam), dan Perancis (1680 jam) . Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Fenomena karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya terjadi di Jepang.

Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat mereka menyerah. Jepang tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu; bahkan 85 persen sumber energinya berasal dari negara lain termasuk Indonesia.

Orang Jepang menerapkan etos kerja Bushido yang terdiri atas tujuh prinsip, yakni : Gi, keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran. Jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat. Yu, berani dan bersikap kesatria. Jin, murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama. Re, bersikap santun dan bertindak benar. Makoto, bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan sesungguh-sungguhnya, dan tanpa pamrih. Melyo, menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan. Dan, Chugo, mengabdi dan loyal.

Satu hal lagi, orang Jepang juga punya jiwa dimana mereka tidak pernah puas terhadap satu hasil. Mereka selalu mengotak-atik lagi untuk menyempurnakan apapun yang telah mereka bikin. Ini adalah semangat tanpa akhir.

Bushido yang dimaknai sebagai "way of the warrior", adalah “Japanese code of conduct and a way of the samurai life, loosely analogous to the concept of chivalry”. Semangat moral yang melandasi kalangan pejuang ini lalu mengkristal menjadi kultur tradisional masyarakat Jepang.

Jika dicermati, ini agak sejalan dengan etos kerja Protestan, yang mengedepankan enam prinsip yaitu bertindak rasional, berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi pada kekayaan material, menabung dan berinvestasi, serta hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan. Selain itu, orang Jepang terkenal tidak suka boros. Dalam memanfaatkan waktu pun demikian, dimana mereka paling senang membaca dalam setiap kesempatan.
Dari lingkungan sendiri kita bisa melihat Aa Gym yang mulai merintis usaha kecil-kecilan berupa berjualan buku, handicraft, konveksi, dan bahkan mie baso . Menurut pengalamannya, keberhasilan bukan semata karena modal finansial. Modal yang penting adalah keyakinan kepada janji dan jaminan Allah, kegigihan meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar, dan menjadi orang yang terpercaya. Dzikir, fikir dan ikhtiar ini merupakan konsep dasar dari MQ (Manajemen Qolbu) yang dikembangkannya.

Islam sesungguhnya punya etos bisnis yang tinggi dan mengungguli etos bisnis bangsa manapun di dunia ini. Islam sangat mendorong entrepreneurship. Islam adalah agama kaum pedagang. Lahir di kota dagang, dan disebarkan ke penjuru dunia oleh kaum pedagang. Nabi dan sebagian besar sahabat adalah para pedagang. Jadi, etos entrepreneurship sebenarnya sudah menyatu dengan diri umat Islam.

Islam juga mengangkat derajat kaum pedagang sehingga profesi ini yang
pertama mendapat kehormatan untuk membayar zakat. Dalam penyebarannya, selain ilmu agama, para pedagang tadi juga mewariskan keterampilan berdagang ke masyarakat.

Dari riset Clifford Geertz di Jawa tahun 1950-an ditemukan bahwa, kepeloporan di bidang perdagangan berada di tangan para santri. Pedagang dan pengusaha di Mojokuto (nama samaran), selain orang China pastilah santri reformis. Di luar perusahaan-perusahaan yang dimiliki China, semuanya adalah milik orang Islam reformis atau yang terpengaruh oleh gagasan reformisme Islam. Geertz mayakini bahwa reformisme dan puritanisme Islam merupakan doktrin bagi hampir semua pengusaha di sana. Watak kehidupan puritan yang asketik ini mengajarkan kesalehan yang paling tinggi, dimana seseorang yang sudah beriman harus banyak beramal saleh. Ini hanya beda istilah dengan apa yang disebut Weber dengan ”religious calling” atau beruf dalam buku aslinya yang berbahasa Jerman.

Penelitian Kuntowijoyo terhadap para pengusaha kerajinan besi di Batur (Klaten) juga membuktikan hal serupa. Ia menemukan adanya hubungan yang erat antara kehidupan keagamaan para santri dan perilaku kewirausahaan mereka . Puritanisme Islam, di samping menganut sikap hidup asketisme, mewajibkan para pengikutnya untuk lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam usaha ekonomi. Bekerja keras adalah inti yang sebenarnya dari Al Quran dan hadits.

Organisasi pergerakan Sarekat Dagang Islam (SDI), adalah salah satu bukti bahwa semangat kapitalisme umat Islam ikut mendorong terjadinya perubahan ekonomi, social, dan politik bangsa ini. Muhammadiyah didirikan oleh para saudagar santri dan para pedagang di kota-kota. Sejarah Muhammadiyah melekat pada bangkitnya kekuatan ekonomi pengusaha tekstil di Pekajangan, Pekalongan, dan di daerah Laweyan, Surakarta. Demikian pula Nahdlatul Ulama (NU), yang sejatinya didahului dengan gerakan organisasi Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum Pedagang). Komposisi pengurus NU periode pertama merupakan kolaborasi ulama (Syuriah) dan pengusaha (Tanfidziyah).

Salah satu unsur peradaban adalah bahasa. Jika kita cermati, kenapa bahasa Inggris bisa menjadi bahasa dunia? Karena merekalah yang lebih aktif bergerak di dunia ini, ketika bangsa lain belum ngeh. Demikian pula agaknya kenapa Bahasa Melayu lalu dipilih menjadi basis bahasa nasional kita. Ya, etnis Melayu lebih rajin merantau. Mereka berlayar dan berdagang hampir di seluruh wilayah pesisir nusantara. ******