Jumat, 04 November 2011

Ralat point ke-13

Pada point ke 13: “Karena Bekerja Keras adalah Prinsip Hidup Muslim”, yakni pada paragraf kedua, tertulis: 

“Bekerja keras dalam Islam adalah bekerja dengan sungguh-sungguh disertai dengan tawakal kepada Allah SWT. Yang dimaksud di sini adalah bekerja hingga kelelahan (Al-Ghaasyiyah: 3). Dst ……. “

Ralat:
Referensi menggunakan surat Al Ghaasyiyah ayat 3 dalam konteks ini kurang tepat, karena menceritakan tentang mereka yang kepayahan saat di akhirat kelak. Satu hadits yang lebih tepat semestinya misalnya adalah hadits dari HR Tabrani yakni: “Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT”. Referensi lain yang juga relatif sejalan adalah surat At Taubah ayat ke-120. Kalangan ulama juga menjelaskan bahwa ganjaran suatu amal akan bertambah besar seiring bertambah besarnya pengorbanan, kesabaran jiwa, dan kepayahan yang dirasakan demi menunaikan amal tersebut (kitab Al-Majmuu Al-Fataawa karangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah). Demikian pula dengan hadits Rasul saw: “Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah” (Hadits Riwayat Ahmad & Ibnu Asakir).
Demikian, mohon dimaafkan dan dimaklumi. Maklumlah, penulis buku ini bukan ulama, bukan ustadz, nyantri aja belon sempat. Maaf ya para pembaca.
******

Selasa, 25 Oktober 2011

Etika Kapitalisme dalam Islam

Tentang kapitalisme, sosiolog Max Weber yang sangat terkenal dengan bukunya The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, menilai bahwa Islam tidak menghasilkan kapitalisme. Tidak ada asketis dalam Islam, dan kapitalisme telah digugurkan dari kandungan Islam. Cerita miring tentang muslim juga kita dengar misalnya dari BB Harring, James L Peacock, Rosemary Firth dan Clive Kessler. Harring bahkan menyebut Islam sebagai pengganggu kultural (cultural intruder).Ada peristiwa-peristiwa kecil yang menarik , yaitu event dimana Rasul Muhammad SAW mencium tangan ummatnya. Maknanya jelas: ISLAM SANGAT MENGHARAGI PEKERJA KERAS. Menurut referensi sejauh ini, tidak banyak peristiwa Nabi Muhammad SAW mencium tangan ummatnya.


Namun pendapat Weber dinilai tidak ilmiah. Kritik ini tidak hanya datang dari kalangan Muslim, bahkan dari kalangan sosiolog sendiri. Paparan Weber mengenai etika Islam tidaklah benar dan analisanya dangkal. Salah satu sosiolog yang mengkritik Weber adalah Bryan S. Turner. Weber dinilai memperlakukan dan menafsirkan Islam secara faktual sangat lemah tidak seperti ia menganalisa calvinisme pada etika Protestan. Kritik lain datang dari Huff dan Schluchter yang menilai pencarian Weber tentang Islam belumlah tuntas.

Nurcholis Masjid pun sejalan dengan kritik ini. Kelemahan Weber adalah karena ia mengumpulkan bahan-bahannya itu hanya dari disiplin sosiologi Prancis, padahal pada orang-orang Prancis itu sosiologi Islam belum terwujud, karena hanya hasil karya pribadi-pribadi para pejabat kolonial untuk urusan pribumi, peneliti sosial amatir, dan kaum Orientalis; bukan dari kalangan sosiologi. Itupun terbatas kepada kawasan Afrika Utara saja. Hal ini pun didukung Marshall G.S. Hodgson, seorang ahli sejarah dunia dan peradaban Islam dalam bukunya “The Venture of Islam”.

Jauh setelah karya Weber tersebut, muncul beberapa tulisan yang menyebut adanya “etika Protestan” di kalangan Muslim. Misalnya dari pengamatan di kalangan Muslim Turki. Mereka menemukan sekelompok pengusaha sukses Muslim di satu kawasan. Tulisan ini menyebutnya dengan kebangkitan karena adanya “Calvinist Islam.”

Pertama adalah tangan sahabat Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Saat kembali dari sebuah perjalan, Nabi berjumpa dengan Sa’ad, dan memperhatikan tangannya yang kasar, kering, dan kotor. Ketika disampaikan bahwa tangannya menjadi demikian karena bekerja keras mengolah tanah dan mengangkut air sepanjang hari; serta merta Nabi menciumnya. Sahabat lain bertanya, kenapa baginda Rasulullah SAW melakukan hal itu. Rasulullah SAW pun menjelaskan, bahwa itulah tangan yang tidak akan disentuh oleh api neraka, pula tangan yang dicintai Allah SWT karena tangan itu digunakan untuk bekerja keras menghidupi keluarganya.

Pada persitiwa lain, Rasulullah mengulurkan tangannya hendak menjabat tangan Mu’adz bin Jabal. Saat bersentuhan, beliau rasakan tangan itu begitu kasar. Beliaupun kemudian menanyakan sebabnya, dan dijawab oleh Mu’adz bahwa kapalan ditangannya karena bekas kerja kerasnya. Rasul pun mencium tangan Mu’adz seraya bersabda, “tangan ini dicintai Allah dan Rasul-Nya, serta tidak akan disentuh api neraka”. Dua tangan ini dicium oleh Rasulullah SAW, manusia termulia, padahal tangan itu bukanlah milik seorang kaya, orang berpangkat, syeikh, kyai, atau guru. Bukan pula tangan yang digunakan untuk menciptakan dan menulis ilmu atau mengangkat senjata. Ia hanyalah tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, buku-buku jarinya mengeras dan kapalan, dan warnanya hitam dan kotor; karena ia dipakai mencangkul, mengangkat, memotong dan menggenggam dengan kuat. Tangan karena pemiliknya bekerja keras.

Peristiwa terakhir adalah saat rasul mencium tanngan putrinya sendiri: Fatimah Az-Zahra. Ini bukan karena Fatimah adalah putri kesayangannya. Rasul melakukannya karena baru saja dilaporkan oleh sahabat yang kebetulan lewat di depan rumah Fatimah, betapa Fatimah telah bekerja sangat keras menggiling gandum di rumahnya untuk menyiapkan makanan bagi anak-anaknya yang terdengar menangis.

Mencium tangan, bagi sebagian kultur merupakan bentuk penghormatan sehari-hari yang lumrah. Ini adalah simbol penghormatan kepada pihak yang diposisikan lebih tinggi. Perkara mencium tangan pada sebagian ulama dipandang sebagai sunnah, meskipun berjabat tangan merupakan anjuran yang lebih kuat. Mencium tangan adalah bentuk ekspresi yang lebih emosional. Sebuah peristiwa menceritakan bagaimana dua orang Yahudi mencium tangan dan kaki Rasulullah karena kekagumannya atas kerasulan Muhammad SAW.

Begitu banyak bukti-bukti lain yang mementahkan pendapat Weber di atas. Semua dirangkum dalam buku sederhana dan dengan bahasa enak dibaca “Tangan-Tangan yang Dicium Rasul”, penerbit Pustaka Hira, Jakarta. Sept 2011. (Buku Tangan-Tangan yang DICIUM RASUL http://syahyutialasan.blogspot.com/)

in English:

Caliptalism Ethic in Islam

About capitalism, the sociologist Max Weber who is very famous with his book The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, considered that Islam does not produce capitalism. There was no ascetic in Islam, and capitalism has been aborted from the womb of Islam. Slanted stories we hear about Muslims as well as from BB Harring, James L Peacock, Rosemary Firth and Clive Kessler. Harring even mention Islam as a cultural intruders. There are small events of interest, ie events where the Muhammad kissed the hands of his community. Its meaning is clear: Islam like so much to HARD WORKER. According to the references so far, not many events of the Prophet Muhammad kissed the hands of his community.


But Weber considered unscientific opinion. This criticism came not only from Muslims, even among sociologists themselves. Exposure to Weber about the ethics of Islam are not true and superficial analysis. One of the critical sociologist Bryan S. Weber is Turner. Weber considered treats and interpret Islam in fact very weak not like he analyzed Calvinism on the Protestant ethic. Another criticism came from a judge Huff and Schluchter Weber searching about Islam is not yet complete.

Nurcholis  was in line with this criticism. Weber weakness is that he gathered the ingredients it's just the discipline of sociology France, when the French people that the sociology of Islam has not materialized, as only the work of individuals colonial officials for indigenous affairs, social researcher amateur, and the Orientalist; instead of the sociology. IBHS is limited to the North African region alone. This is also supported Marshall G.S. Hodgson, an expert on world history and civilization of Islam in his book "The Venture of Islam".

Weber's work long after it, appeared a few references to the existence of "Protestant ethic" among Muslims. For instance, from observations among Turkish Muslims. They found a group of successful Muslim businessman in the region. This paper calls it a revival because of the "Islamic Calvinists."

The first is a friend of Sa'ad ibn Mu'adh hands of al-Ansari. When returning from a journey, the Prophet met with Saad, and noticed that his rough, dry, and dirty. When informed that his hands became so because it worked hard to cultivate the land and transport water throughout the day; necessarily Prophet kissed it. Another friend asked, why did the king do that Prophet Muhammad. Prophet Muhammad also explained that it was the hand that will not be touched by the fire of hell, also the hand of a loved one due to Allah's hand is used to working hard to support his family.

On the other event, the Prophet held out his hand to shake hands Mu'adh bin Jabal. When touched, he felt the hand was so rude. Beliaupun then ask why, and answered by Mu'adh that callused hands as former hard work. Apostle as he kissed the hand Mu'adh said, "this hand loved God and His Messenger, and will not touch the fire of hell". Two hands are kissed by the Prophet Muhammad, the noblest man, but the hand that is not owned by a rich, rank, sheikhs, religious scholars, or teachers. Nor is the hand that is used to create and write science or take up arms. He just hands blistered and rough palms, knuckles harden and calluses, and the color is black and dirty, because he used to hoe, lifting, cutting and grasping it firmly. Hand because the owners work hard.

Recent events is when the apostle of his own daughter kissing tanngan: Fatimah Az-Zahra. This is not because Fatima is the beloved daughter. The apostle did so because recently reported by friends who happened to pass in front of the house Fatima, Fatima what has worked very hard to grind wheat at home to prepare food for her children is heard crying.

Kissing the hand, for the majority culture is a form of homage everyday commonplace. It is a symbol of respect to the parties that are positioned higher. Case kissed hands on some scholars regarded as sunnah, even shaking hands is a stronger recommendation. Kissing the hand is a more emotional form of expression. An event tells how two Jews kiss the hands and feet because of his admiration for the Prophet Muhammad's apostolate.

So much other evidence that undermines Weber's opinion above. All summarized in a book with simple and readable language "Islamic Miracle of Working Hard" publisher Manna and Salwa, Jakarta. February 2011. (http://syahyutialasan.blogspot.com/). ******

Senin, 07 Maret 2011

Daftar Isi

ISLAMIC MIRACLE OF WORKING HARD
"101 Motivasi Islami Bekerja Keras". Penerbit Manna dan Salwa, Jakarta. 2011.

Daftar Isi

Pengantar

Bab 1. Pendahuluan: Indonesia, Muslim, dan Kita - 11
Bab 2. Makna berkerja keras - 24
Bab 3. Berkerja adalah hakekatnya ibadah - 47
Bab 4. Para Rasul pun berkerja untuk hidupnya - 87
Bab 5. Kerja keras lah yang menggerakkan dunia - 102
Bab 6. Berkerja sesuatu yang fitrah dan amanah - 137
Bab 7. Kerja lebih bernilai dibanding harta - 163
Bab 8. Berkerja keras sungguh indah dan menyenangkan - 189
Bab 9. Penutup - 214

Biodata penulis - 216

Rabu, 16 Februari 2011

Reason #48: Due to the hard work is the source of civilization

One interesting book trying to find what the main key to the progress of civilization of the peoples of the world, regardless of nation and religion. Apparently Muslim superiority century 7 to 12, Europe afterwards, then Japan after the Meiji Restoration, and came to America today, and large of big man; is because: "They learn more, faster, more, more efficient , more focused, and more fun. They absorb, collect, synergize great sciences of other nations. It is also mentioned how people in this era and the Andalusian Caliphate Abasiyah learning with great enthusiasm as they see heaven before her.

Let's look at Japan. Within 20 years after atomic bombs devastated, Japan got up and was even able to rival the U.S. in many respects. This is the result of hard work and passion to restore dignity, never give up and difficult to accept defeat. Japanese work so strong. Work is everything. The man who works hard is the pride of the family. Working through the night is a habit, so that a wife would be embarrassed if her husband came home afternoon. There was a mention that a Japanese worker to accomplishing their work should be done 5 to 6 ordinary people.

Average working hours of employees in Japan is 2450 hours per year, is very high compared with America (1957 hours), English (1911 hours), Germany (1870 hours), and France (1680 hours). An employee in Japan could produce a car in 9 days, while workers in other states require 47 days to make the car worth the same. The phenomenon of karoshi (death due to hard work) may only occur in Japan. Poverty natural resources also does not make them surrender. Japan not only be importing petroleum, coal, iron ore and timber; even 85 percent of its energy sources coming from other countries including Indonesia.

The Japanese Bushido applying the work ethic which consists of seven principles, namely: Gi, the correct decision was taken with the right attitude on the truth. If you should die for that decision, die gallantly, because death is such an honorable death. Yu, brave and being a knight. Jin, generous, loving and being kind to others. Re, to be polite and act correctly. Makoto, be sincere sincere, be it with the real truth, and selfless. Melyo, guard of honor, dignity and glory. And, Chugo, devoted and loyal.

One more thing, Japanese people also have souls where they are never satisfied with the outcome. They are always fiddling again to perfect whatever they make. It is a spirit without end.

Islam actually has a high business ethic and business ethic surpassed any nation in the world. Islam is very encouraging entrepreneurship. Islam is the religion of the merchants. Born in the city of trade, and spread to all corners of the world by the merchants. Prophet and most of the companions are the traders. Thus, the ethos entrepreneurship is already united with Muslims themselves.

Islam also raise the degree of the merchants so that this profession is
The first had the honor to pay 'zakat". In its spread, in addition to religious knowledge, the traders had also bequeathed to the community trade skills.
From Clifford Geertz's research in Java in the 1950s found that, pioneering in the field of trade in the "santri". Traders and businessmen in Mojokuto (pseudonym), in addition to the Chinese students must be "santri". Outside the company-owned Chinese companies, all of them belonged to a Muslim reformist, or that are affected by the ideas of Islamic reformism. Geertz argue that reformism and the puritanism of Islam is a doctrine for almost all businesses there. The nature of the ascetic life of puritan piety teaches the highest, where someone who already believe should be a lot of good works. It's just different terms with what Weber called the "religious calling" or beruf in the original German-language books.

Research Kuntowijoyo of iron crafts entrepreneurs in the Batur (Klaten, Central Java) also proves the same. He discovered the close relationship between the religious life of the students and their entrepreneurial behavior. Islamic Puritanism, in addition to embracing the attitude of asceticism life, obliges its followers to be more enthusiastic and sincere in economic enterprises. Working hard is the true essence of the Qur'an and hadith.

SI (Sarekat Islam) movement Islamic Trade Organization (SDI), is one proof that the spirit of capitalism Muslims contributed to the occurrence of changes in economic, social and political life of this nation. Muhammadiyah was founded by students merchants and traders in the cities. Muhammadiyah's history attached to the rise of economic power in Pekajangan textile businessman, Pekalongan, and in the area Laweyan, Surakarta. Similarly Nahdlatul Ulama (NU), which actually preceded the movement Tujjar Nahdlatut organization (Awakening The Traders). The composition of the board of NU's first period is a collaboration of scholars (Syria) and employers (Tanfidziyah).

One element civilization is the language. Why the English language could become a world language? Because they are more actively engaged in the world. Similarly, presumably why the Melayu Language and elected to base Indonesia language. Yes, the Malays be more diligent wander. They set sail and to trade in almost all coastal areas of the archipelago. *****

Alasan ke-48: Karena kerja keras adalah modal peradaban

Satu buku menarik mencoba menemukan apa kunci pokok kemajuan peradaban bangsa-bangsa di dunia, apapun bangsa dan agamanya. Ternyata keunggulan muslim abad ke 7 sampai 12, Eropa setelahnya, lalu Jepang setelah Restorasi Meiji, dan sampai ke Amerika saat ini, serta individu-individu besar di bidangnya; adalah karena: ”Mereka belajar lebih besar, lebih cepat, lebih banyak, lebih efisien, lebih fokus, dan lebih menyenangkan. Mereka menyerap, mengumpulkan, mensinergikan ilmu-ilmu hebat bangsa lain”. Disebutkan pula bagaimana orang-orang di era kekhalifahan Abasiyah dan Andalusia belajar dengan semangat tinggi seolah mereka melihat surga di hadapannya.

Mari kita lihat Jepang. Hanya dalam tempo 20 tahun setelah luluh lantak karena bom atom, Jepang bangkit dan bahkan mampu menyaingi Amerika dalam banyak hal. Ini hasil dari kerja keras dan semangat mengembalikan harga diri, pantang menyerah dan sulit menerima kekalahan . Orang Jepang kuat bekerja. Bekerja adalah segala-galanya. Lelaki yang bekerja keras merupakan kebanggaan keluarga. Bekerja sampai malam adalah kebiasaan, sehingga seorang isteri akan malu jika suaminya pulang sore. Ada yang menyebut bahwa seorang pekerja Jepang dapat menyelesaiakan pekerjaan yang seharusnya dilakukan 5 sampai 6 orang biasa.

Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam per tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam), Inggris (1911 jam), Jerman (1870 jam), dan Perancis (1680 jam) . Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Fenomena karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya terjadi di Jepang.

Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat mereka menyerah. Jepang tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu; bahkan 85 persen sumber energinya berasal dari negara lain termasuk Indonesia.

Orang Jepang menerapkan etos kerja Bushido yang terdiri atas tujuh prinsip, yakni : Gi, keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran. Jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat. Yu, berani dan bersikap kesatria. Jin, murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama. Re, bersikap santun dan bertindak benar. Makoto, bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan sesungguh-sungguhnya, dan tanpa pamrih. Melyo, menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan. Dan, Chugo, mengabdi dan loyal.

Satu hal lagi, orang Jepang juga punya jiwa dimana mereka tidak pernah puas terhadap satu hasil. Mereka selalu mengotak-atik lagi untuk menyempurnakan apapun yang telah mereka bikin. Ini adalah semangat tanpa akhir.

Bushido yang dimaknai sebagai "way of the warrior", adalah “Japanese code of conduct and a way of the samurai life, loosely analogous to the concept of chivalry”. Semangat moral yang melandasi kalangan pejuang ini lalu mengkristal menjadi kultur tradisional masyarakat Jepang.

Jika dicermati, ini agak sejalan dengan etos kerja Protestan, yang mengedepankan enam prinsip yaitu bertindak rasional, berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi pada kekayaan material, menabung dan berinvestasi, serta hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan. Selain itu, orang Jepang terkenal tidak suka boros. Dalam memanfaatkan waktu pun demikian, dimana mereka paling senang membaca dalam setiap kesempatan.
Dari lingkungan sendiri kita bisa melihat Aa Gym yang mulai merintis usaha kecil-kecilan berupa berjualan buku, handicraft, konveksi, dan bahkan mie baso . Menurut pengalamannya, keberhasilan bukan semata karena modal finansial. Modal yang penting adalah keyakinan kepada janji dan jaminan Allah, kegigihan meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar, dan menjadi orang yang terpercaya. Dzikir, fikir dan ikhtiar ini merupakan konsep dasar dari MQ (Manajemen Qolbu) yang dikembangkannya.

Islam sesungguhnya punya etos bisnis yang tinggi dan mengungguli etos bisnis bangsa manapun di dunia ini. Islam sangat mendorong entrepreneurship. Islam adalah agama kaum pedagang. Lahir di kota dagang, dan disebarkan ke penjuru dunia oleh kaum pedagang. Nabi dan sebagian besar sahabat adalah para pedagang. Jadi, etos entrepreneurship sebenarnya sudah menyatu dengan diri umat Islam.

Islam juga mengangkat derajat kaum pedagang sehingga profesi ini yang
pertama mendapat kehormatan untuk membayar zakat. Dalam penyebarannya, selain ilmu agama, para pedagang tadi juga mewariskan keterampilan berdagang ke masyarakat.

Dari riset Clifford Geertz di Jawa tahun 1950-an ditemukan bahwa, kepeloporan di bidang perdagangan berada di tangan para santri. Pedagang dan pengusaha di Mojokuto (nama samaran), selain orang China pastilah santri reformis. Di luar perusahaan-perusahaan yang dimiliki China, semuanya adalah milik orang Islam reformis atau yang terpengaruh oleh gagasan reformisme Islam. Geertz mayakini bahwa reformisme dan puritanisme Islam merupakan doktrin bagi hampir semua pengusaha di sana. Watak kehidupan puritan yang asketik ini mengajarkan kesalehan yang paling tinggi, dimana seseorang yang sudah beriman harus banyak beramal saleh. Ini hanya beda istilah dengan apa yang disebut Weber dengan ”religious calling” atau beruf dalam buku aslinya yang berbahasa Jerman.

Penelitian Kuntowijoyo terhadap para pengusaha kerajinan besi di Batur (Klaten) juga membuktikan hal serupa. Ia menemukan adanya hubungan yang erat antara kehidupan keagamaan para santri dan perilaku kewirausahaan mereka . Puritanisme Islam, di samping menganut sikap hidup asketisme, mewajibkan para pengikutnya untuk lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam usaha ekonomi. Bekerja keras adalah inti yang sebenarnya dari Al Quran dan hadits.

Organisasi pergerakan Sarekat Dagang Islam (SDI), adalah salah satu bukti bahwa semangat kapitalisme umat Islam ikut mendorong terjadinya perubahan ekonomi, social, dan politik bangsa ini. Muhammadiyah didirikan oleh para saudagar santri dan para pedagang di kota-kota. Sejarah Muhammadiyah melekat pada bangkitnya kekuatan ekonomi pengusaha tekstil di Pekajangan, Pekalongan, dan di daerah Laweyan, Surakarta. Demikian pula Nahdlatul Ulama (NU), yang sejatinya didahului dengan gerakan organisasi Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum Pedagang). Komposisi pengurus NU periode pertama merupakan kolaborasi ulama (Syuriah) dan pengusaha (Tanfidziyah).

Salah satu unsur peradaban adalah bahasa. Jika kita cermati, kenapa bahasa Inggris bisa menjadi bahasa dunia? Karena merekalah yang lebih aktif bergerak di dunia ini, ketika bangsa lain belum ngeh. Demikian pula agaknya kenapa Bahasa Melayu lalu dipilih menjadi basis bahasa nasional kita. Ya, etnis Melayu lebih rajin merantau. Mereka berlayar dan berdagang hampir di seluruh wilayah pesisir nusantara. ******

Alasan ke-45: Karena para wali pun mengajarkan tentang bercocok tanam dan berketerampilan

Wali Songo dikenal dengan metode dakwah kultural, bukan penaklukan. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan ikatan darah atau hubungan guru-murid. Maulana Malik Ibrahim adalah wali yang tertua, dimana Sunan Ampel adalah anaknya, sementara Sunan Giri adalah keponakannya.

Para wali berdakwah di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat dengan mengenalkan berbagai peradaban baru mulai dari kesehatan, bercocok tanam, berniaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan, hingga pemerintahan.

Dari sisi berekonomi, Maulana Malik Ibrahim saat pertama menginjakkan kaki di wilayah sekitar Gresik, aktivitas pertama yang dilakukannya adalah berdagang dengan cara membuka warung . Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu, ia juga mengobati masyarakat secara gratis dan mengajarkan bercocok tanam. Ia berupaya merangkul masyarakat bawah yang merupakan kasta-kasta yang disisihkan dalam Hindu saat itu.

Sunan Giri menjadikan pesantrennya tak hanya sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Sementara, Sunan Bonang dikenal sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat tandus. Selain itu, ia juga menggubah gamelan Jawa dengan memberi nuansa baru dengan menambahkan instrumen bonang. Lagu "Tombo Ati" yang sangat terkenal tersebut adalah salah satu karya Sunan Bonang.

Mirip dengan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin. Salah satu petuahnya adalah: ”berilah tongkat pada si buta, beri makan pada yang lapar, beri pakaian pada yang telanjang”.

Sunan Muria suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Ia berbaur dengan rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut. Ia dikenal piawai dalam memecahkan masalah, sehingga ia pernah menjadi penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530).

Terakhir, Sunan Gunung Jati secara langsung memimpin pemerintahan, dalam posisinya sebagai putra raja. Dalam berdakwah, ia mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.

Para wali, meskipun masing-masing tidak hidup sezaman, tetapi dalam pemilihan wilayah dakwahnya mempertimbangkan faktor geostrategi sesuai kondisi zamannya. Mereka mengambil tempat kota bandar perdagangan atau pelabuhan. Dalam posisi ini mereka dapat pula disebut sebagai “penyebar Islam yang berdagang”. Mereka tidaklah menjauhi kehidupan masyarakat seperti halnya "bhiksu" dan bertapa di tempat sepi. Mereka sangat aktif dalam perekonomian, pekerjaan sosial yang riel, dan juga di pemerintahan dan berkesenian.
*****

Para Rasul pun Bekerja

Cerita bagaimana liku-liku para rasul mengembangkan agama yang diwahyukan padanya sudah begitu sering kita dengar. Kita sudah tahu itu semenjak kanak-kanak dan sampai sekarang terus diulang-ulang dalam berbagai khutbah dan perayaan keagamaan. Sungguh perjuangan yang sangat berat. Tantangan dan perjuangan yang mereka jalankan bukanlah tantangan dan perjuangan yang rata-rata, tapi dahsyat.

Namun, bagaimana para nabi dan rasul menjalankan kehidupan ekonominya jarang diungkap. Nabi dan Rasul sebagaimana manusia biasa juga perlu makan, pakaian dan tempat tinggal. Ia tidak memperolehnya begitu saja sebagaimana ia menerima wahyu. Para nabi dan Rasul harus bekerja untuk mendapatkannya. Ia harus bekerja sebagaimana manusia pula. Al-Hadits: ”Tuhan tidak pernah mengangkat Nabi yang tidak pernah menggembala domba atau kambing”.

Karena nabi pun lapar bila tak makan, haus bila tak minum, dan kedinginan bila tak pakai baju cukup. Mereka harus menyediakan waktu, berusaha, dan berkeringat pula. Apa yang mereka kerjakan juga tidak pasti langsung berhasil. Ada upaya, ada keseriusan, dan ada resiko gagal pula. Selain untuk dirinya sendiri, para Nabi dan Rasul pun harus menghidupi keluarganya.

Betapa para Rasul ternyata juga harus berkerja. Menyampaikan wahyu, menegakkan agama Allah dan mengurus umat tidak serta merta harus meninggalkan kehidupan ekonominya. Bersamaan dengan itu pula, berkerja sembari mendakwahkan dan mengembangkan agama merupakan pola hidup yang banyak dilakoni para pendakwah yang memasukkan agama Islam ke nusantara. Mereka adalah pedagang sekaligus pendakwah dan guru agama. Hal seperti ini juga dijalankan para Wali Songo. Mereka berekonomi tidak semata untuk keuntungan, tapi lebih kepada orientasi dakwah. Berekonomi secara benar dan menguntungkan juga merupakan salah satu materi yang diajarkan kepada umatnya saat itu. Kawan, apakah alasan ini belum cukup juga bagi Anda?
*****

Rabu, 05 Januari 2011

Alasan ke-98: Karena Anda bisa jadi sufi sekaligus manajer yang sukses dalam waktu bersamaan

Saat ini ada trend dimana berkerja keras menjadi kenikmatan. Bukan lagi siksaan. Hal ini dijumpai pada kalangan eksekutif di perusahaan-perusahaan nasional dan dunia.
Dua orang peneliti, Gay Hendricks dan Kate Ludeman , menemukan lebih banyak orang-orang suci, mistikus, atau sufi di perusahaan-perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern; bukan di wihara, kuil, gereja, atau mesjid. Hampir semua pengusaha dan eksekutif perusahaan-perusahaan sukses di AS yang diteliti oleh kedua penulis buku ini memiliki sifat-sifat yang biasanya dimiliki oleh para mistikus. Mereka sangat menjaga etika dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual. Mereka menghadirkan hati dan jiwa mereka dalam bekerja. Hendricks dan Ludeman menyebut mereka “Mistikus Korporat”. Merekalah pemimpin, eksekutif, dan pengusaha kaliber dunia yang tidak hanya sukses secara bisnis, melainkan juga meraih semuanya itu tanpa mengorbankan keseimbangan dan keselarasan hidup. Mereka orang-orang yang sejahtera, secara finansial dan spiritual.

Mereka disebut sebagai "sufi kota". Mereka mengenakan seuntai dasi dan bertakhta di perusahaan-perusahaan besar, tidak lagi di rumah-rumah ibadah . Berbeda dengan sufi ortodoks dan konvensional, sufi kota relatif terbuka, terpelajar, berpikiran rasional, kritis, dan inklusif di tengah perbedaan. Maklum, sufi kota ini diisi kalangan profesional, eksekutif sukses, pemimpin, dan pengusaha. Hendricks dan Ludeman dalam The Corporate Mystics, yang telah menyelenggarakan pelatihan kepada eksekutif papan atas selama lebih dari 25 tahun, membuat sebuah kesimpulan menarik: successful corporate leaders of the twenty first century will be spiritual leaders. Pemimpin perusahaan yang sukses di abad ke-21 akan menjadi pemimpin spiritual yang sukses.

Trend sufisme dan kebangkitan spiritual di kota dan perusahaan besar telah agak lama menarik perhatian. Di tingkat dunia, sebanyak 67 ribu pegawai Pacific Bell of California telah mengikuti pelatihan spiritual. Demikian pula dengan perusahaan kelas dunia seperti Procter & Gamble, TRW, Ford Motor Company, AT&T, IBM, dan General Motors. American Express, Bank Indonesia, Pertamina, dan BNI di Jakarta pun mengadakan Training Spiritualitas. Pelatihan Spiritual dan Pelatihan Kepemimpinan Pribadi Muslim. Pada spektrum lain, sufisme kota juga menggejala dengan begitu maraknya komunitas spiritual (spiritual community), dari Brahma Kumaris, Beshara, New Age, Metafisika Study Club, Anand Ashram, dan lain-lain. Juga tersaji pula hidangan spiritual yang siap santap, dari meditasi, reiki, chakra, yoga, kundalini, shambhala, hingga menu-menu tasawuf positif. “Mabuk spiritualitas” juga banyak menggejala di kalangan bintang Hollywood, demikian pula dengan semarak spiritual di jagat maya yang mudah kita temukan dalam bentuk grup-grup dan situs-situs internet. *****

Alasan ke-94: Karena bekerja banyak bukanlah siksaan, namun menghasilkan kesehatan

Ada anggapan selama ini bahwa orang-orang yang bekerja banyak, sebutlah lebih dari 45 jam per minggu, adalah pekerja kasar. Namun, saat ini kondisinya sudah berubah. Business Week edisi Oktober 2005 menemukan lebih dari 31 persen pekerja pria lulusan perguruan tinggi di AS lazim bekerja 50 jam atau lebih per minggu, dan sebagiannya bahkan sampai 60 jam. Angka ini naik dari 22 persen di tahun 1980. Pada tahun 1984, di Amerika hanya 58 persen wanita karier yang berkerja lebih dari 40 jam seminggu, namun jumlahnya meningkat di tahun 2004 menjadi 62 persen. Oprah Winfrey mengaku biasa bekerja 14-15 jam sehari, atau bisa 100 jam per minggu.

Konon pula di Cina, para manajer senior umumnya bekerja 60 jam pada enam hari seminggu. Meskipun 20 jam terhitung lembur, tapi mereka tidak menuntutnya karena menganggap memang sudah menjadi tugas mereka. Mereka mungkin sudah sampai pada tahap berkerja tanpa merasa “bekerja".

Gerak badan, yakni jogging, terbukti meningkatkan kapasitas otak. Tim peneliti yang terdiri atas para ahli syaraf di Jerman melakukan penelitian terhadap kemampuan mental para pecandu jogging selama beberapa pekan. Disimpulkan bahwa sewaktu kaki menjejak ke tanah, konsentrasi maupun memori visual meningkat. Setelah sesi jogging dua kali 30 menit, memori para jogger terhadap angka mengalami peningkatan, demikian pula dengan kemampuan mengingat gambar dan hal lainnya yang bersifat visual. Mereka yang rutin berjogging, akurasi respons mereka terhadap tugas-tugas tes visual lebih baik. Kuncinya ada di wilayah hippocampus dari otak yang bertanggungjawab atas sejumlah fungsi memori. Aktivitas fisik diyakini meningkatkan produksi sel-sel hippocampus baru dan sekaligus melindungi yang sudah ada. Itulah mengapa jogging memperkuat ingatan kita.

Penelitian lain oleh US National Institute di Maryland AS, menemukan bahwa beberapa hari mengerakkan kaki dapat menyebabkan pertumbuhan ratusan ribu sel-sel otak baru. Ini merangsang otak dan meningkatkan kemampuan mental, lebih mudah mengingat kenangan masa lalu, dan sekaligus memperlambat penurunan kemampuan mental di usia senja.
Kemampuan otak penting. Jumlah sel syaraf otak manusia pada umumnya sekitar 1 triliun sel. Yang membedakan antara jenius dengan orang biasa adalah banyaknya sel syaraf yang difungsikan. Sel syaraf otak akan banyak berfungsi jika semakin banyak cabang sel yang tumbuh. Manusia pada umumnya baru menggunakan 1-3 persen sel syaraf otak, sementara orang jenius bisa menggunakannya hingga 8 persen. Sebagai ukuran, seseorang baru menggunakan 1 persen otaknya bila mampu mengingat 13 deret angka sekaligus.

Lebih jauh, olahraga juga mampu menghindarkan dari resiko kanker payudara. Secara umum, aktivitas yang menguras kalori seperti olahraga dapat menghindarkan seseorang dari sakit jantung, kanker dan penyakit degeneratif lainnya. ******

Alasan ke-92: Karena kita diperintahkan serajin lebah

Lebah salah satu makhluk yang mengandung banyak hikmah. Sabda Rasulullah: Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya). Ada empat sifat lebah yang pantas ditiru: lebah hanya hinggap di tempat yang bersih dan menyerap hanya yang bersih, mengeluarkan yang bersih, tidak pernah merusak, dan bekerja keras dalam jamaah serta tunduk pada satu pimpinan. Lebah pekerja keras tiap saat. Tiada hari tanpa bekerja untuk hidupnya. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (Al Insyirah: 7).

Lebah adalah tipe pekerja yang mengutamakan kolektivitas. Mereka bekerja dalam sebuah koloni. Lebah selalu hidup dalam koloni besar, tidak pernah menyendiri dan berkerja sendiri. Mereka bekerja secara kolektif, dan masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ketika satu lebah mendapatkan sumber sari madu, ia akan memanggil teman-temannya untuk menghisapnya. Demikian pula ketika ada bahaya, seekor lebah akan mengeluarkan feromon (suatu zat kimia yang dikeluarkan oleh binatang tertentu untuk memberi isyarat tertentu) untuk mengudang teman-temannya agar membantu dirinya. Untuk kita, perintah bekerja dalam kejamaahan ini misalnya disebut dalam surat Ash Shaff ayat 4.

Lebah adalah serangga mungil yang tidak mampu berpikir, tetapi mampu menyelesaikan sejumlah pekerjaan besar dengan sangat rapi . Jika satu lebah saja begitu mengagumkan, apalagi jika ribuan lebah bekerjasama secara teratur. Mereka melaksanakan bagian pekerjaan mereka masing-masing secara penuh dan sungguh-sungguh tanpa kesalahan. Rata-rata, sekitar 60-70 ribu lebah hidup dalam sebuah sarang. Walaupun populasinya demikian padat, lebah mampu melakukan pekerjaannya secara terencana dan teratur.

Suatu koloni lebah umumnya terdiri dari lebah pekerja, pejantan dan ratu. Lebah pekerja mengerjakan seluruh tugas dalam sarang. Sejak saat dilahirkan, mereka langsung mulai bekerja. Dan selama hidup, mereka melakukan berbagai tugas yang berganti-ganti sesuai dengan perkembangan tubuhnya. Pada tiga hari pertama hidupnya mereka membersihkan sarang. Kebersihan sarang sangatlah penting bagi kesehatan lebah dan larva dalam koloni. Lebah pekerja membuang apapun bahan berlebih yang ada dalam sarang. Saat bertemu serangga penyusup yang tak mampu mereka keluarkan dari sarang, mereka pertama-tama membunuhnya, lalu membungkusnya dengan cara menyerupai pembalseman mayat dengan “propolis”. Lebah pekerja membuang kotoran dalam sel-sel yang telah ditinggalkan oleh para larva yang telah lahir, serta membersihkan sel penyimpan makanan. Mereka juga bertugas mengatur kelembaban dan temperatur di dalam sarang. Jika dibutuhkan, sarang didinginkan dengan kipasan angin melalui kepakan sayapnya di pintu masuk sarang.

Saat lebih dewasa, beberapa kelenjar sekresi dalam tubuh lebah mulai berfungsi yang memungkinkan mereka untuk merawat larva. Tugas ini dijalankan lebah pekerja yamg berumur 3-10 hari. Mereka memberi makan larva dengan royal jelly dan campuran madu-serbuk sari.
Terakhir, ketika mencapai hari ke 10, kelenjar penghasil lilin dalam perut lebah pekerja mendadak telah matang sehingga ia mampu menghasilkan lilin. Pada saat itulah lebah pekerja membangun sel-sel penyimpan madu dengan menggunakan lilin. Pembagian divisi yang berjalan sesuai dengan umur lebah pekerja ini disebut dengan age polytheisme . ******