Kita butuh sikap mental untuk
menjadi ”manusia bebas”. Lao
Tzu, Father of Taoism berucap: ”... Jika engkau hanya mengerjakan segala
sesuatu sebatas apa yang diharapkan darimu, maka engkau tak ubahnya seorang
budak. Namun jika engkau mengerjakannya lebih dari yang diharapkan, barulah
engkau menjadi manusia bebas.” Jika kita hanya bekerja dan menjalankan
tugas kewajiban sebatas yang diharapkan, distandarkan, diminta, maka
sesungguhnya kita masih dibatasi dan dikurung oleh batasan-batasan eksternal. Bekerja
hanya sebatas memenuhi target dan standar. Secara hakiki, ia dibatasi dan
dikendalikan oleh pihak eksternal. Ia hanya menjadi ”budak”. Ia akan menjadi
manusia bebas jika mau memberi dan bekerja lebih dari apa yang diharapkan. Manusia bebas telah
berani, bersedia, dan mampu menetapkan sendiri batasan-batasan kerja dan
hidupnya. Dengan demikian, “karyawan bebas” adalah karyawan yang bekerja
melebihi tugasnya tanpa diminta [i].
Sikap bertanggung jawab
telah melontarkan nasib seorang tukang pipa (plumber)
menjadi manajer. Alkisah, bos perusahaan otomotif terbesar di Jerman sedang
pusing karena pipa keran air di rumahnya bocor, ia takut anaknya yang masih
kecil tergelincir dan jatuh. Setelah bertanya ke sana-kemari, ditemukan seorang
tukang terbaik. Melalui pembicaraan telepon, sang tukang menjanjikan dua hari
lagi untuk memperbaiki pipa keran si Bos. Esoknya, sang tukang justru menelepon
si bos dan mengucapkan terima kasih. Si Bos sedikit bingung. Sang tukang
menjelaskan, ia berterima kasih sebab si Bos telah mau memakai jasanya dan
bersedia menunggunya sehari lagi. Pada hari yang ditentukan, sang tukang bekerja
dan bereslah tugasnya, lalu menerima upah. Dua minggu kemudian, sang tukang
kembali menelepon si Bos dan menanyakan apakah keran pipa airnya beres. Namun,
ia juga kembali mengucapkan terima kasih karena telah memakai jasanya.
Sang tukang sesungguhnya
tidak tahu bahwa kliennya itu adalah bos perusahaan otomotif terbesar di
Jerman. Karena sang bos demikian terkesan dengan sang tukang, ia akhirnya
merekrut tukang itu (Christopher L. Jr) dan akhirnya menjabat GM Customer
Satisfaction & Public Relation Mercedes Benz [ii]. Happy ending.
Christopher melakukan
semua itu bukan sekadar tuntutan after
sales service atas jasanya sebagai tukang pipa. Jauh lebih penting, ia
selalu yakin tugas utamanya bukanlah memperbaiki pipa bocor, tetapi keselamatan
dan kenyamanan orang yang memakai jasanya. Christopher telah melihat lebih jauh
dari tugasnya.
Kisah lain tentang Mr
Lim yang sudah tua dan bekerja ”hanya” sebagai door checker (memeriksa engsel pintu kamar hotel) di sebuah hotel
berbintang lima di Singapura. Puluhan tahun ia jalankan pekerjaan membosankan itu
dengan sungguh- sungguh, tekun, dan sebaik-baiknya. Ketika ditanya apakah ia
tak bosan dengan pekerjaan menjemukan itu, Mr Lim mengatakan, yang bertanya
adalah orang yang tidak mengerti tugasnya. Bagi Mr Lim, tugas utamanya bukanlah
memeriksa engsel pintu, tetapi memastikan keselamatan dan menjaga nyawa para
tamu. Dijelaskan, mayoritas tamu hotelnya adalah manajer senior dan top
manajemen. Jika terjadi kebakaran dan ada engsel pintu yang macet, nyawa
seorang manajer senior taruhannya. Jika ia meninggal, sebagai decision maker, perusahaannya akan
menderita. Jika perusahaannya menderita dan misalnya bangkrut, sekian ribu
karyawannya akan menderita. Belum lagi keluarganya, termasuk anak istri manajer itu.
Christoper dan Mr Lim
bukan kelas manusia biasa. Mereka jenis ”manusia besar atau manusia berlebih”.
Mereka bukan good people, tapi great people. Sikap mental mereka jauh
lebih tinggi dari jabatan dan pekerjaan formalnya. Mereka bukan manusia
minimalis, yaitu pekerja yang hanya berdasar target kerja atau key performance indicator (KPI)
tercapai. Syarat untuk bisa seperti
mereka, anda harus mampu melihat lebih jauh (beyond
the job) dan ”memberi lebih” (giving
more).