Dunia bukanlah aib,
bukan kutukan, dan tidak harus dihindari. Kita tahu Rasul pun tidak pernah
melepaskan urusan dunia. Konon, Rasul hanya 10 hari ramadhan terakhir saja yang
berjarak dengan dunia.
Bertaburan hadits yang
menyuruh kita menjalankan dunia ini. Menjalankan aktivitas keduniaan, bukan
”dunia hedonis”, adalah perintah. Satu hadits menyebut ”Jumpai Allah dengan berbakti pada orang tuamu. Apabila engkau telah
melakukannya, samalah dengan berhaji, berumrah, dan berjihad”. Nabi bahkan
pernah menyuruh mengurus orang tua dulu baru boleh berperang, ketika seorang
pemuda minta ikut berperang[i].
Betapa kebajikan dunia
merupakan poin yang dicatat Allah, kita bisa lihat dari kisah tiga orang yang terkurung
di gua. Allah baru menggerakkan batu penutup setelah masing-masing berdoa dan
menyebut kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukannya sebelumnya. Salah satunya menyebut kebaikan kepada orang tuanya dengan
selalu berusaha menyediakan susu untuk diminumnya [ii]. Dalam surat Al Maidah:
32: ”... barang siapa memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan semua
manusia”.
Mengolah alam dan
memakmurkan dunia jangan disepelekan. Dalam satu hadits disampaikan, jangan
ikut berperang salah satunya lelaki yang membeli kambing atau unta hamil,
sehingga ia menunggu kelahiran ternaknya tersebut [iii]. Kambing hamil bisa
menunda orang jadi mujahid.
Hadits riwayat Ahmad: ”Apakah saudara-saudara sekalian suka
diceritakan siapa yang diantaramu yang sangat aku cintai dan nanti dihari
kiamat duduk terdekat dengan aku? Tatkala yang hadir serempak menjawab ingin,
maka dia berkata: orang-orang yang baik tingkah lakunya”. Baik tingkah
lakunya tentu dalam kehidupan sehari-hari ketika ia berinteraksi dengan orang
lain. Yakni perilaku yang bisa dilihat dan dirasakan secara nyata.
Tindak-tanduk yang visual dan observable.
Betapa hal-hal yang
nyata bisa menjadi pertimbangan Allah bisa dilihat dari contoh kisal seorang
lelaki pendosa yang mati di tengah jalan, dan sedang menuju ”negeri tobat”. Ia
akhirnya diampuni meski belum mencapai negeri tersebut, karena setelah diukur
jarak ke ”negeri tobat” lebih dekat sejengkal dibandingkan negeri yang
ditinggalkannya [iv].
Kenapa harus demikian?
Karena manusia tidak bisa kun fayakun.
Apa yang diinginkan manusia mestilah dicapai dengan kerja yang nyata. Kerja
yang bergerak, berpeluh berkeringat, berfikir keras, merasakan capek, lelah,
dan seterusnya.
Betapa hal-hal yang riel
sangat memukau. Keberhasilan sebuah partai
terlarang dulu menggalang massa bisa dijadikan contoh. Kita tahu persis partai
apa yang menggunakan lambang palu dan arit. Palu dan arit adalah benda-benda
untuk bekerja, benda yang riel dan lekat sehari-hari di tangan, sesuatu yang
sangat intim. Ini tentu sebuah pilihan yang cerdik. Orang-orang partai ini tidak
mengambil hal-hal yang lebih abstrak seperti kekayaan, kesejahteraan, dan
keadilan.
Semestinya kita bangga menjadi rakyat, menjadi ummat.
Karena kitalah mesin produksi alam ini. Rakyat lahir dari kerja, berpikir, dan
mencipta. Ialah subyek dalam praksis. Sebuah imaji dari sajak Hartojo
Andangdjaja [v] cukup pas menggambarkan ini:
“Rakyat ialah kita, jutaan tangan yang mengayun dalam
kerja, di bumi di tanah tercinta, jutaan tangan mengayun bersama, membuka
hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga, mengepulkan asap dari cerobong
pabrik-pabrik di kota, menaikkan layar menebar jala, meraba kelam di tambang
logam dan batubara. Rakyat ialah tangan yang bekerja. Rakyat ialah kita, otak
yang menapak sepanjang jemaring angka-angka, yang selalu berkata dua adalah
dua, yang bergerak di simpang siur garis niaga. Rakyat ialah otak yang menulis
angka-angka. Rakyat ialah kita, beragam suara di langit tanah tercinta… Rakyat ialah suara beraneka”.
[i] Al-Bayan. 2007. Shahih Bukhari Muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim. Editor: Hendra S dan Tim Redaksi JABAL. Penerbit
JABAL, Bandung. Hal 461, hadits no. 1503
[ii] Al-Bayan.
2007. Shahih Bukhari Muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim. Editor: Hendra S dan Tim Redaksi JABAL. Penerbit JABAL, Bandung.
Hal 483, hadits no. 1593.
[iii] Al-Bayan.
2007. Shahih Bukhari Muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim. Editor: Hendra S dan Tim Redaksi JABAL. Penerbit JABAL, Bandung. Hal
315, hadits no. 1034.
[iv] Al-Bayan.
2007. Shahih Bukhari Muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim. Editor: Hendra S dan Tim Redaksi JABAL. Penerbit JABAL, Bandung.
Hal 489, hadits no.1606.
[v] Tentang Rakyat.
Catatan Pinggir Gunawan Muhammad. Majalah Tempo Edisi Senin, 13 Juli 2009.