Islam menyanjung tinggi
nilai berkerja dan sangat benci terhadap sifat malas. Rasulullah menasihati
umatnya agar senantiasa berdoa setiap pagi dan petang supaya menghindari
penyakit malas. "Ya Allah lindungi
aku daripada sifat lemah dan malas". Rasulullah bersabda: "Mencari rezeki yang halal adalah
kewajiban bagi setiap Muslim". Dalam hadits lain disebutkan: "Berusaha mencari rezeki selepas
menunaikan shalat satu kewajiban selepas kewajiban solat". Begitu
tinggi kedudukan mencari rezeki. Karena itu, Allah mengingatkan mengenai
kewajiban shalat dan berkerja dalam satu ayat dalam surat Al Jumuah. Sabda
Rasulullah: "Mencari rezeki halal
itu laksana pahlawan yang berjuang di medan perang dan barang siapa yang
tertidur keletihan karena kerja mencari rezeki halal, Allah mengampunkan
dosanya ketika dia tertidur." Di kesempatan lain Rasulullah bersabda: "Mencari rezeki halal bagaikan berjihad
di jalan Allah."
Saat ini kita banyak yang
menyempitkan makna jihad [i]. Menurut
Said Aqil Siradj - dosen UIN Jakarta dan Ketua PBNU- jihad termasuk membangun
sesuatu bagi kebaikan banyak orang, seperti membangun jalan, jembatan, atau
rumah sakit. Ini karena Islam bercita-cita membangun tamaddun (= peradaban)
melalui ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan akhlak mulia.
Inilah pula kenapa orang
yang membiayai para janda dan orang miskin disebut bagaikan seorang pejuang di
jalan Allah, dan bagaikan orang yang selalu menjalankan shalat malam tanpa
henti atau bagaikan orang yang selalu berpuasa tanpa berbuka [ii]. Dalam
hadits lain terbaca perintah: jumpailah Allah dengan berbakti pada orang tuamu.
Apabila engkau telah melakukannya, samalah dengan berhaji, berumrah, dan
berjihad. Hadits riwayat Ahmad: ”Apakah
saudara-saudara sekalian suka ceritakan siapa yang diantaramu yang sangat aku
cintai dan nanti di hari kiamat duduk terdekat dengan aku? Tatkala yang hadir
serempak menjawab ingin, maka dia berkata: ”orang-orang yang baik tingkah
lakunya””.
Alasan ke-19: Karena mencontohkan
dengan melakukan langsung adalah bentuk nasehat yang lebih efektif dibanding
bicara.
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan
memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis
aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah berasal
dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.
Ada beberapa bentuk dakwah, yaitu dakwah fardiah
untuk jumlah yang kecil dan terbatas, dakwah ammah dengan memanfaatkan media lisan, dakwah bil-lisan melalui ceramah atau komunikasi langsung, dan dakwah bil-haal yang lebih mengedepankan
perbuatan nyata. Dakwah bil-hasl
dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-mad'ulah) mengikuti jejak
perilaku si juru dakwah, dan diyakini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima
dakwah. Saat pertama Rasulullah SAW tiba di kota Madinah, beliau menerapkan dakwah bil-haal dengan misalnya mendirikan Mesjid Quba dan mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin. Suri tauladan atau
memberi contoh merupakan pendekatan yang dipilih Rasulullah SAW untuk mengubah
karakter ummat. Dan Ia berhasil melakukannya hanya dalam tempo 23 tahun.
Dakwah bil haal disebut pula dengan “dakwah
pembangunan” [iii], karena dakwah
ini dipandang lebih efektif ketika dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan
sosial seperti pengangguran dan kemiskinan. Muhammad SAW dalam menyampaikan dakwahnya tidak hanya
bertabligh, mengajar, atau mendidik dan membimbing, tetapi juga sebagai uswatun
hasanah. Ia memberikan contoh dalam pelaksanaanya, serta sangat
memperhatikan dan memberikan arahan terhadap kehidupan sosial ekonomi seperti
bertani, berternak, dan berdagang. Dalam dakwah bil-haal, aktivitas tidak hanya berpusat di mesjid-mesjid, di
forum-forum diskusi, pengajian, dan semacamnya; namun di lapangan kehidupan
secara langsung. Dakwah ini berlangsung di pemukiman kumuh, di rumah-rumah
sakit, di kapal laut, di pusat-pusat perdagangan, ketenagakerjaan, dan di
pabrik-pabrik. Dakwah bil- haal
mencakup perbuatan nyata berupa uluran tangan oleh si kaya kepada si miskin,
pengayoman hukum, dan sebagainya. Ketika perut lapar dan belum ada makanan
masuk perut, yang dibutuhkan tentu bukan nasehat-nasehat. Maka berbagai bantuan
materi berupa pangan gratis, susu, pakaian, pengobatan cuma-cuma, modal
usaha, dana bantuan untuk pembuatan infrastruktur publik, dan beasiswa sekolah;
tergolong sebagai dakwah bil-haal.
Allah SWT murka pada
orang yang banyak menyuruh orang lain namun ia sendiri tidak melakukannya. "Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah
bagi orang yang berkata-kata apa-apa yang tidak diperbuatnya" (Ash
Shaaf: 3).
Alasan ke-20: Karena ada siang dan ada
malam.
Allah telah menyediakan
siang dan malam untuk diisi dengan aktivitas yang bersesuaian (Al An’am: 60),
yaitu tidur di malam hari dan berkerja di siang hari. Tidur yang optimal di
malam hari sangat penting dan merupakan sunatullah. “Dialah yang menjadikan
untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan
siang untuk bangun berusaha.” (Al Furqaan: 47). Rasulullah tidur di awal
malam dan bangun di awal sepertiga malam terakhir.
Malam hari adalah saat
dimana tubuh kita melakukan proses detoksifikasi (pembuangan racun), yang
beberapa di antaranya harus berlangsung dalam keadaan tidur. Mulai jam 9 sampai
11 malam terjadi detoksifikasi di bagian sistem antibodi kelenjar getah bening,
2 jam berikutnya proses detoksifikasi di bagian hati, dan dilanjutkan 2 jam
berikutnya detoksifikasi di bagian empedu. Sepanjang waktu ini ini,
detoksifikasi akan optimal jika kita tidur secara pulas. Lalu, dari jam 3
sampai 5 pagi berlangsung detoksifikasi di bagian paru-paru, karena itulah kita
sering batuk-batuk pada durasi waktu ini. Terakhir, dari jam 5 sampai 7 pagi
terjadi detoksifikasi di bagian usus besar, sehingga kita mudah sekali buang
air kecil, dan mestinya kita bisa buang air besar secara teratur di waktu ini.