Cerita bagaimana liku-liku para rasul mengembangkan agama yang diwahyukan padanya sudah begitu sering kita dengar. Kita sudah tahu itu semenjak kanak-kanak dan sampai sekarang terus diulang-ulang dalam berbagai khutbah dan perayaan keagamaan. Sungguh perjuangan yang sangat berat. Tantangan dan perjuangan yang mereka jalankan bukanlah tantangan dan perjuangan yang rata-rata, tapi dahsyat.
Namun, bagaimana para nabi dan rasul menjalankan kehidupan ekonominya jarang diungkap. Nabi dan Rasul sebagaimana manusia biasa juga perlu makan, pakaian dan tempat tinggal. Ia tidak memperolehnya begitu saja sebagaimana ia menerima wahyu. Para nabi dan Rasul harus bekerja untuk mendapatkannya. Ia harus bekerja sebagaimana manusia pula. Al-Hadits: ”Tuhan tidak pernah mengangkat Nabi yang tidak pernah menggembala domba atau kambing”.
Karena nabi pun lapar bila tak makan, haus bila tak minum, dan kedinginan bila tak pakai baju cukup. Mereka harus menyediakan waktu, berusaha, dan berkeringat pula. Apa yang mereka kerjakan juga tidak pasti langsung berhasil. Ada upaya, ada keseriusan, dan ada resiko gagal pula. Selain untuk dirinya sendiri, para Nabi dan Rasul pun harus menghidupi keluarganya.
Betapa para Rasul ternyata juga harus berkerja. Menyampaikan wahyu, menegakkan agama Allah dan mengurus umat tidak serta merta harus meninggalkan kehidupan ekonominya. Bersamaan dengan itu pula, berkerja sembari mendakwahkan dan mengembangkan agama merupakan pola hidup yang banyak dilakoni para pendakwah yang memasukkan agama Islam ke nusantara. Mereka adalah pedagang sekaligus pendakwah dan guru agama. Hal seperti ini juga dijalankan para Wali Songo. Mereka berekonomi tidak semata untuk keuntungan, tapi lebih kepada orientasi dakwah. Berekonomi secara benar dan menguntungkan juga merupakan salah satu materi yang diajarkan kepada umatnya saat itu. Kawan, apakah alasan ini belum cukup juga bagi Anda?
*****