Persiapan menuju kerja adalah juga kerja. Makanya di kalangan serdadu suka ada semboyan: ”tiada hari tanpa latihan”. Mahasiswa yang mau ke kampus mengatakan ”I must to work”. Sekolah, berlajar, adalah berkerja.
Dari buku ”Outliers” yang ditulis Malcolm Gladwell , seorang jurnalis New York Times, ia mencari faktor apa yang berkontribusi pada kesuksesan orang-orang ternama. Ia mempelajari banyak kehidupan termasuk para pemain ice hockey Kanada, Bill Gates si pendiri Microsoft dan orang-orang dengan kecerdasan mencengangkan seperti Christopher Langan dan J. Robert Oppenheimer. Gladwell menemukan satu formula keramat yaitu 10,000-Hour Rule (hukum 10 ribu jam). Itulah jumlah jam yang harus dipenuhi oleh seseorang agar ahli di bidangnya. Seseorang harus melakukan sebanyak itu jika mau menjadi juara tenis, pegolf profesional, dan seterusnya.
Grup musik The Beatles manggung di Hamburg, Germany lebih dari 1200 kali dari tahun 1960 ke 1964. Total jamnya lebih dari 10.000 jam. Ini karena mereka tidak puas hanya diberi kesempatan satu jam setiap manggung di Liverpool. Demikian pula dengan Gates, yang semenjak tahun 1968 semenjak berusia 13 telah menghabiskan 10.000 jam untuk mengutak-atik program komputer.
Dari kasus jenius-jenius yang gagal dalam hidupnya, disimpulkan bahwa jenius saja tidak cukup. Banyak jenius yang bakatnya tidak berkembang dan hidupnya dapat disebut gagal. Perlu dukungan lingkungan dan kerja keras untuk sukses. Kesuksesan adalah hasil dari kesempatan, lingkungan, dan kerja keras.
Betul kata Thomas Alfa Edison, untuk berhasil orang hanya perlu 1 persen otak dan 99 persen kerja keras. Lupakan apa itu “jenius”. Bisa bukan persoalan pintar atau tolol, tapi apakah anda rajin, tekun; atau pemalas.
Temuan Gladwell ini sejalan yang dihasilkan dari studi K. Anders Ericsson dari Florida State University. Dari risetnya lebih dari 25 tahun untuk mempelajari apa saja yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi pakar di berbagai bidang, termasuk olahraga. Ada angka ajaib yang selalu muncul dalam penelitian Ericsson, yaitu 10.000 jam latihan yang sungguh-sungguh. Jika seseorang mau mendedikasikan waktunya selama 10.000 jam untuk keahlian apa pun, dia memiliki potensi untuk mencapai puncak .
Dari riset lain, perbedaan antara pegolf profesional dan amatir tak hanya terletak pada kepiawaian mengayun stik golf, tapi juga pada volume korteks otak abu-abu mereka . Para ilmuwan di University of Zurich, Swiss, menemukan bahwa pegolf profesional mempunyai volume korteks otak abu-abu (gray matter) yang lebih besar dibanding pemain amatir. Otak abu-abu itu adalah kumpulan badan sel neuron atau sel saraf yang diketahui memainkan peran penting dalam pengendalian otot. Pegolf yang bermain sejak usia muda dan terus berlatih selama bertahun-tahun akan bisa mengembangkan otak mereka sementara angka handicap mereka kian mengecil. Beberapa studi sebelumnya telah memperlihatkan bahwa jumlah jam latihan berhubungan langsung dengan handicap (angka yang menunjukkan kemampuan permainan) seorang pegolf.
Lutz Jancke dan timnya berhasil menemukan bukti bahwa latihan memiliki pengaruh besar terhadap otak manusia . Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Plos One, mereka menemukan adanya perbedaan mencolok antara korteks abu-abu pemain golf yang berlatih selama 800-3.000 jam dan orang yang kurang berlatih atau sama sekali tak pernah bermain golf. Jancke dan timnya menganggap latihan ayunan golf yang berbeda secara rutin amat penting agar seorang pegolf mampu melakukan gerakan balistik yang sulit ketika memukul bola. Latihan juga amat menentukan performa mereka. Menurut beberapa pakar golf, perlu lebih dari 10.000 jam latihan untuk menjadi seorang pegolf profesional, kata Jancke. "Untuk mencapai handicap 10-15, diperlukan setidaknya 5.000-10.000 jam latihan. Ini setara dengan waktu yang diinvestasikan musisi profesional dan guru musik untuk berlatih." ******